
Pantau - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menekankan perlunya pembentukan aturan proporsional terkait dominasi koalisi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres). Hal ini merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dan mendorong pembatasan dominasi koalisi.
“Putusan MK ini sebenarnya mengisyaratkan perlunya ambang batas maksimal untuk koalisi, sehingga tidak menciptakan dominasi. Aturan tersebut harus dirumuskan secara rasional oleh pembentuk undang-undang,” kata Khoirunnisa dalam sebuah webinar di Jakarta, Senin (6/1/2025).
Baca Juga:
Perludem Apresiasi Penghapusan Presidential Threshold sebagai Langkah Menuju Demokrasi yang Lebih Setara
Definisi dan Ukuran Dominasi Masih Jadi Tantangan
Senada dengan Khoirunnisa, Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, menyoroti tantangan besar dalam mendefinisikan dan menentukan ukuran dominasi. Menurutnya, hal ini memerlukan kajian mendalam agar aturan yang dihasilkan tidak justru membatasi ruang kompetisi demokratis.
“Apakah dominasi diukur dari persentase suara, kursi di parlemen, atau ukuran lain? Ini harus diperjelas agar aturan yang dibuat dapat diterima oleh semua pihak,” ujar Arya.
Rekayasa Konstitusional Berdasarkan Pedoman MK
Putusan MK mengamanatkan lima pedoman rekayasa konstitusional yang harus diikuti oleh pembentuk undang-undang. Salah satunya adalah semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan capres-cawapres, baik secara mandiri maupun melalui koalisi, dengan catatan koalisi tersebut tidak menyebabkan dominasi yang membatasi pilihan pemilih.
“Pembatasan dominasi ini bertujuan mencegah polarisasi yang berpotensi merusak demokrasi,” tambah Arya.
Mendorong Partisipasi Bermakna dalam Perumusan Aturan
MK juga menekankan pentingnya partisipasi publik dalam perumusan aturan baru ini. Prinsip partisipasi yang bermakna harus diterapkan agar semua pihak yang berkepentingan dalam pemilu dapat memberikan masukan.
“Aturan yang akan disusun tidak hanya menyangkut teknis pencalonan, tetapi juga berdampak pada masa depan demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat sangat penting,” tutup Khoirunnisa.
Dengan penghapusan presidential threshold, dinamika politik Indonesia diperkirakan akan mengalami perubahan besar. Namun, tanpa aturan proporsional yang jelas, ada risiko terbentuknya koalisi dominan yang dapat mengurangi keberagaman pilihan dalam pilpres.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah