
Pantau - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul, Prof. Dr. Juanda, menegaskan bahwa Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif wajib mengundurkan diri. Hal ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur bahwa pejabat tertentu harus mundur saat maju dalam kontestasi politik.
Ketentuan Hukum yang Berlaku
Menurut Prof. Juanda, ketentuan ini merujuk pada Pasal 240 ayat (1) huruf (k) UU Pemilu yang menyebutkan bahwa karyawan lembaga atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara harus mengundurkan diri saat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
"Meski dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit, dalam dunia hukum terdapat metode interpretasi yang memungkinkan aturan ini diterapkan kepada TPP yang menerima honor dari APBN," ujar Juanda di Jakarta, Selasa (4/3).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karyawan adalah orang yang bekerja di suatu lembaga dengan menerima gaji atau upah berdasarkan kontrak kerja.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi Tekankan Netralitas Jelang Putusan Sengketa Pilkada
"Jika merujuk pada definisi ini, TPP dapat dikategorikan sebagai karyawan karena mereka bekerja berdasarkan kontrak dan mendapatkan honor dari APBN," katanya.
Netralitas dan Konsekuensi Hukum
Prof. Juanda menegaskan bahwa TPP harus bersikap profesional dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik. Jika mereka tetap menerima gaji setelah ditetapkan sebagai calon tetap, mereka dapat diminta mengembalikan honor yang telah diterima.
"Apabila terbukti masih menerima gaji setelah dinyatakan sebagai calon tetap, maka secara hukum pihak berwenang dapat meminta pengembalian seluruh honor yang telah diterima," tegasnya.
Selain itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) juga memiliki kewenangan untuk menghentikan kontrak kerja bagi TPP yang melanggar aturan tersebut.
"Jika Kemendes ingin memperkuat profesionalisme TPP, mereka bisa tidak melanjutkan kontrak bagi yang melanggar aturan dalam Pasal 240 Ayat (1) huruf (k)," ujar Prof. Juanda.
Dengan demikian, aturan ini diharapkan dapat menjaga netralitas TPP dalam proses pemilu serta memastikan bahwa tugas pendampingan desa tetap berjalan dengan baik tanpa adanya kepentingan politik tertentu.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah