
Pantau - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam tindakan Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Perppu tersebut mencabut Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"YLBHI menilai penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan, atau kudeta terhadap konstitusi RI dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo," ujar Ketua YLBHI M. Isnur dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12/2022).
Penerbitan Perppu tersebut, lanjut Isnur, menunjukkan Jokowi tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis.
"Presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi," imbuhnya.
Isnur berpendapat, penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat, yakni kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembentukan UU tidak bisa seperti biasa.
Ia juga menilai, penerbitan Perppu Cipta Kerja memperlihatkan konsistensi yang 'ugal-ugalan' dalam pembuatan kebijakan demi memfasilitasi kehendak investor dan pemodal.
"Ini jelas tampak dari statement pemerintah saat konferensi pers, bahwa penerbitan Perppu ini adalah kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat keseluruhan," tandasnya.
Perppu tersebut mencabut Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"YLBHI menilai penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan, atau kudeta terhadap konstitusi RI dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo," ujar Ketua YLBHI M. Isnur dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12/2022).
Penerbitan Perppu tersebut, lanjut Isnur, menunjukkan Jokowi tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis.
"Presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi," imbuhnya.
Isnur berpendapat, penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat, yakni kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembentukan UU tidak bisa seperti biasa.
Ia juga menilai, penerbitan Perppu Cipta Kerja memperlihatkan konsistensi yang 'ugal-ugalan' dalam pembuatan kebijakan demi memfasilitasi kehendak investor dan pemodal.
"Ini jelas tampak dari statement pemerintah saat konferensi pers, bahwa penerbitan Perppu ini adalah kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat keseluruhan," tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas