
Pantau - Partai Demokrat sedang gusar karena Presiden Joko Widodo dinilai telah bermanuver menjelang masa akhir kekuasaannya.
Salah satu hal yang disoroti adalah terkait pemanggilan para Ketua Umum partai politik (parpol) koalisi pemerintah ke Istana Negara beberapa waktu lalu.
Namun, Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin pasang badan terkait tudingan Partai Demokrat tersebut. Ia meminta Demokrat tidak hanya mencari panggung.
Ia kemudian menyindir Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya adalah Ketum Demokrat yang menjadi Presiden dua periode pada 2004-2009 dan 2009-2014.
Baca Juga: Jokowi Kasak-kusuk Jelang Pilpres, Demokrat: Bukan Sikap Negarawan!
"Jokowi itu bukan SBY yang langsung jadi Ketum Partai Demokrat. Tapi Jokowi itu adalah one of the people leader, sebagai pembina politik," kata Ngabalin kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).
Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Ngabalin mengatakan, Jokowi harus bertanggung jawab jika ada gonjang-ganjing politik yang terjadi di Indonesia.
"Menjelang pemilu ini, kalau gonjang-ganjing politik di tanah air itu terjadi, maka yang akan merugikan kita, bangsa ini, itu yang bertanggung jawab adalah pemerintah," tegasnya.
Ngabalin melanjutkan, hingga saat ini KPU juga belum memutuskan Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo sebagai capres 2024.
Baca Juga: PDIP Klaim Jokowi tak Langgar Prinsip Demokratis Undang 6 Ketum Parpol Rapat di Istana
Sehingga, ia menilai tak ada masalah bila Jokowi mengumpulkan para Ketua Umum parpol koalisi pemerintah di Istana.
"Siapa saja boleh kalau Presiden berkepentingan. Untuk apa? Untuk menjaga stabilitas negara. Apalagi dalam urusan politik," jelasnya.
Ngabalin mengaku bingung dengan tuduhan Jokowi tidak netral. Menurutnya, Jokowi sebagai Presiden bisa saja memanggil parpol yang berkoalisi dan memberikan pandangan politiknya.
"Apakah dia yang ambil keputusan? Oh, tidak jawabannya. Kenapa dangkal sekali pandangannya itu?" pungkasnya.
Salah satu hal yang disoroti adalah terkait pemanggilan para Ketua Umum partai politik (parpol) koalisi pemerintah ke Istana Negara beberapa waktu lalu.
Namun, Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin pasang badan terkait tudingan Partai Demokrat tersebut. Ia meminta Demokrat tidak hanya mencari panggung.
Ia kemudian menyindir Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya adalah Ketum Demokrat yang menjadi Presiden dua periode pada 2004-2009 dan 2009-2014.
Baca Juga: Jokowi Kasak-kusuk Jelang Pilpres, Demokrat: Bukan Sikap Negarawan!
"Jokowi itu bukan SBY yang langsung jadi Ketum Partai Demokrat. Tapi Jokowi itu adalah one of the people leader, sebagai pembina politik," kata Ngabalin kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).
Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Ngabalin mengatakan, Jokowi harus bertanggung jawab jika ada gonjang-ganjing politik yang terjadi di Indonesia.
"Menjelang pemilu ini, kalau gonjang-ganjing politik di tanah air itu terjadi, maka yang akan merugikan kita, bangsa ini, itu yang bertanggung jawab adalah pemerintah," tegasnya.
Ngabalin melanjutkan, hingga saat ini KPU juga belum memutuskan Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo sebagai capres 2024.
Baca Juga: PDIP Klaim Jokowi tak Langgar Prinsip Demokratis Undang 6 Ketum Parpol Rapat di Istana
Sehingga, ia menilai tak ada masalah bila Jokowi mengumpulkan para Ketua Umum parpol koalisi pemerintah di Istana.
"Siapa saja boleh kalau Presiden berkepentingan. Untuk apa? Untuk menjaga stabilitas negara. Apalagi dalam urusan politik," jelasnya.
Ngabalin mengaku bingung dengan tuduhan Jokowi tidak netral. Menurutnya, Jokowi sebagai Presiden bisa saja memanggil parpol yang berkoalisi dan memberikan pandangan politiknya.
"Apakah dia yang ambil keputusan? Oh, tidak jawabannya. Kenapa dangkal sekali pandangannya itu?" pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas