Pantau Flash
HOME  ⁄  Politik

Pakar Dorong Pengesahan RUU Perampasan Aset Makin Kuat di Tengah Kasus Korupsi Besar

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Pakar Dorong Pengesahan RUU Perampasan Aset Makin Kuat di Tengah Kasus Korupsi Besar
Foto: Ilustrasi Palu Sidang (dok.istimewa)

Pantau - Maraknya kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah semakin memperkuat urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Salah satu kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah senilai Rp 193,7 triliun yang tengah diusut Kejaksaan Agung.

Pakar hukum Hardjuno Wiwoho menegaskan bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset tidak bisa ditunda lagi. Menurutnya, langkah ini sangat krusial untuk memberikan efek jera kepada para koruptor dan mengembalikan aset negara yang telah dirampas.

"Saya kira, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi keharusan. Tidak boleh lagi ada penundaan. Hukuman penjara saja tidak cukup untuk menekan angka korupsi di Indonesia," ujar Hardjuno dalam keterangannya, Rabu (5/3/2025).

Ia menjelaskan bahwa strategi pemberantasan korupsi harus mencakup tiga aspek utama: pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset. Sayangnya, aspek pemulihan aset kerap terhambat oleh mekanisme hukum yang rumit dan berbelit.

Baca Juga:
Pembahasan RUU Perampasan Aset Tertunda, Wamenkum Sebut Terkendala Tahun Politik
 

"Saat ini, aset hasil korupsi baru bisa disita setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Masalahnya, proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, memberi celah bagi koruptor untuk menyembunyikan atau mengalihkan aset mereka," jelasnya.

Sebagai solusi, RUU Perampasan Aset mengusulkan mekanisme non-conviction based asset forfeiture, yang memungkinkan penyitaan aset tanpa harus menunggu putusan pidana. Model serupa telah diterapkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dengan Civil Asset Forfeiture dan Inggris melalui Proceeds of Crime Act.

"RUU ini akan memungkinkan negara menyita aset koruptor sejak tahap penyidikan, asalkan ada bukti kuat bahwa kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana. Selain itu, konsep illicit enrichment juga diperkenalkan, di mana pejabat yang hartanya meningkat secara tidak wajar bisa langsung diperiksa dan asetnya disita jika tidak dapat membuktikan asal-usulnya secara sah," kata Hardjuno.

Meski sudah lama diwacanakan, pembahasan RUU ini kerap menemui jalan buntu. Pemerintah telah mengajukan rancangan aturan ini sejak 2003 atas inisiatif Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), namun hingga kini belum ada perkembangan signifikan dalam pembahasannya di DPR.

"Mandeknya RUU Perampasan Aset ini bukan tanpa alasan. Ada indikasi kuat bahwa kepentingan elite politik ikut bermain. Bagaimana mungkin aturan yang bisa memiskinkan koruptor ini akan disahkan dengan mudah, sementara banyak elite yang mungkin saja terdampak?" tegas Hardjuno.

Selain itu, ia menyoroti banyaknya kasus korupsi yang melibatkan sektor sumber daya alam, seperti skandal PT Timah dan berbagai kasus pertambangan ilegal.

"Korupsi di sektor sumber daya alam sangat merugikan. Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat malah disalahgunakan oleh segelintir pihak. Jika RUU ini disahkan, langkah pemulihan aset negara yang dijarah bisa lebih optimal," imbuhnya.

Untuk itu, Hardjuno mengajak masyarakat dan berbagai elemen sipil untuk terus mengawal isu ini agar tidak kembali tenggelam dalam tarik-ulur kepentingan politik.

"Kita harus terus menekan pemerintah dan DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Korupsi sudah begitu mengakar, dan tanpa regulasi yang lebih kuat, pemberantasan korupsi akan selalu menemui kendala," pungkasnya.

Sementara itu, Kejaksaan Agung saat ini tengah mendalami kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina dan sub-holdingnya pada periode 2018-2023. Sejauh ini, sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk enam petinggi perusahaan dan tiga pihak swasta.

Dengan semakin banyaknya kasus korupsi bernilai fantastis, semakin mendesak bagi pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset guna memastikan aset negara yang telah dicuri dapat dikembalikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Penulis :
Ahmad Ryansyah