
Pantau - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dipastikan telah menerima proposal rencana investasi Apple sebesar 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,58 triliun mengacu pada kurs Rp15.800 di Indonesia selama dua tahun.
Jumlah tersebut naik 10 kali lipat dari rencana awal Apple yang ingin berinvestasi hanya 10 juta dolar AS atau Rp158 miliar untuk membangun pabrik aksesoris dan komponen di Bandung, Jawa Barat.
Kementerian telah menerima usulan Apple tertanggal 18 November 2024 terkait investasi sebesar 100 juta dolar AS pada 19 November 2024. Tentu kami mengapresiasi niat Apple dalam usulan tersebut.
Demikian kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif kepada awak media di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Baca juga: Besok Pagi, Menperin Gercep Bahas Proposal Apple 100 Juta Dolar AS
Febri menegaskan Kemenperin segera bergerak cepat dan akan menggelar rapat pimpinan pada Kamisi (21/11/2024) pagi untuk membahas usulan tersebut.
"Artinya Pak Menteri (Menteri Perindustrian) menyikapi dan menyambut baik komitmen investasi Apple dengan langsung menggelar rapim besok (Kamis ini) pagi," ujarnya.
Kendati demikian, Kementerian Perekonomian tetap membebankan janji Apple untuk berinvestasi Rp300 miliar untuk memenuhi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Persyaratan TKDN ini diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Komponen Dalam Negeri Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Dalam Permenperin 29/2017 disebutkan bahwa penghitungan TKDN dapat dilakukan dengan tiga skema, yakni pembuatan produk dalam negeri atau membangun pabrik, pembuatan aplikasi dalam negeri, dan/atau pengembangan inovasi dalam negeri.
Baca juga: Apple Untung Rp30 Triliun, Kemenperin Bocorkan Ogah Investasi Rp300 M
Sebelumnya Apple memilih skema pengembangan inovasi dengan mengembangkan Apple Academy. Produsen iPhone ini telah membangun tiga Apple Academy yang berlokasi di BSD Tangerang, Batam, dan Surabaya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengatakan iPhone 16 besutan Apple belum bisa dijual di Indonesia karena masih dalam proses pengurusan TKDN yang menjadi salah satu syarat impor ponsel tersebut.
“Jadi masih ada gap sekitar Rp240 miliar. Jika mereka bisa mewujudkannya, maka Apple akan mendapat nilai TKDN 40 persen (dan Apple bisa masuk ke Indonesia),” imbuhnya.
Febri menegaskan, TKDN akan menciptakan keadilan bagi seluruh investor yang berinvestasi di Indonesia, serta menciptakan nilai tambah dan memperdalam struktur industri dalam negeri. Selan juga bersikap adil terhadap negara lain tempat Apple berinvestasi dan menjual produknya.
Baca juga: Di Balik Apple yang Tak Lagi Sebut Indonesia dalam Pendapatan Kuartal IV
"Jadi yang dipermasalahkan bukanlah jumlah atau nilai investasinya, melainkan terkait kewajaran bagi seluruh investor di Indonesia maupun Indonesia dan negara lainnya. Hal ini akan berdampak pada terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi Indonesia,” ujarnya.
Febri mencatat, penjualan ponsel Apple di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara atau mencapai 2,61 juta unit pada tahun lalu. Sebagai perbandingan, penjualan ponsel Apple di Vietnam hanya 1,43 juta unit.
“Kalau nilai pendapatan penjualan Apple di Indonesia diperkirakan mencapai Rp30 triliun. Angka tersebut masih jauh dari nilai investasi yang direncanakan untuk mendukung pengembangan perekonomian nasional dan pengembangan ekosistem teknologi digital di Indonesia,” jelasnya.
Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan memberikan tiga syarat kepada produsen iPhone tersebut, antara lain mewajibkan Apple mendirikan divisi penelitian dan pengembangan (R&D) di Indonesia. Skala pendirian divisi R&D ini akan jauh berbeda dengan Apple Academy. Selain itu, Apple harus mulai serius melibatkan perusahaan Indonesia ke dalam rantai pasokan global (GVC) Apple.
Baca juga: iPhone 16 di Indonesia, Riwayatmu Kini
Kementerian juga memperlakukan Alphabet, induk Google, pemilik Google Pixel 9 dengan aturan TKDN yang sama. Perangkat ini dilarang dijual di pasar dalam negeri karena minimnya investasi perusahaan.
- Penulis :
- Ahmad Munjin