
Pantau - Wakil Kepala Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri, Novel Baswedan mengungkapkan temuan-temuan titik rawan korupsi selama tahun 2022.
Nilai potensi dugaan korupsi yang ditemukan tim Novel di Polri itu berjumlah fantastis hingga triliunan rupiah. Salah satunya yakni berada di pengelolaan pascatambang dan jaminan reklamasi.
"Rekening penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang, khususnya untuk tambang non batuan yang seharusnya dikelola oleh Pemerintah Pusat (Ditjen Minerba KESDM), pada umumnya masih dalam penguasaan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Secara nasional diperkirakan nilainya mencapai triliunan rupiah," kata Novel dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).
Novel menyebut bahwa administrasi pencatatan dan pelaporan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang belum terselenggara dan terintegrasi dengan baik. Lalu, kegiatan pengawasan pengelolaan jaminan reklamasi dan pascatambang belum optimal setelah diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2020.
"Kepatuhan perusahaan pemegang IUP untuk melakukan dan melaporkan kegiatan reklamasi sesuai rencana relatif masih rendah. Lembaga atau unit kerja pemerintah di bidang kehutanan dan lingkungan hidup relatif tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan reklamasi dan pascatambang," tuturnya.
Tak hanya itu, Satgassus Pencegahan Korupsi Polri juga menemukan celah korupsi di sektor ekspor-impor. Salah satunya yakni pada jalur impor.
"Terdapat permasalahan dan celah penyimpangan pada penjaluran importasi. Masih adanya importir yang bekerja sama dengan dengan oknum untuk melakukan pelanggaran importasi," katanya.
Lalu, ditemukan juga bahwa belum optimalnya pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dan ditemukan adanya intervensi dari pihak lain yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas petugas pemeriksa dalam proses importasi.
"Terdapat praktik nominee dan 'pinjam bendera' dalam kegiatan importasi. Kurangnya sinergitas dan koordinasi para pemangku kepentingan terkait ekspor impor," lanjutnya.
Kemudian, dalam kegiatan bersama Itjen Kemenkeu di Cikarang Dry Port ditemukan pelanggaran kepabeanan yang dilakukan oleh 2 imporitr dalam 2 kontainer, berupa pemasukan barang tidak sesuai dokumen, antara lain motor besar, sepeda premium, barang mewah dan barang Lartas lainnya. Sehingga dilakukan pencegahan dan nota pembetulan (notul) nilai total sebesar Rp 2.425.315.000.
"Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Sastgasus TPK Polri, Kemenkeu telah merespon diantaranya dengan melaksanakan program reformasi berkelanjutan dengan fokus penataan pada 5 pelabuhan utama (termasuk Cikarang Dry Port) yang diikuti dengan penguatan pengawasan pada wilayah Pesisir Timur Sumatera untuk mencegah terjadinya ballon effect akibat adanya pengetatan di pelabuhan utama," katanya.
"Atas temuan-temuan hasil deteksi korupsi di atas, Satgasus Pencegahan TPK Polri telah melakukan koordinasi dan menyusun aksi pencegahan korupsi dengan kementerian/lembaga terkait diantaranya melalui kegiatan pendampingan, pengawasan dan perbaikan regulasi," pungkasnya.
Nilai potensi dugaan korupsi yang ditemukan tim Novel di Polri itu berjumlah fantastis hingga triliunan rupiah. Salah satunya yakni berada di pengelolaan pascatambang dan jaminan reklamasi.
"Rekening penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang, khususnya untuk tambang non batuan yang seharusnya dikelola oleh Pemerintah Pusat (Ditjen Minerba KESDM), pada umumnya masih dalam penguasaan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Secara nasional diperkirakan nilainya mencapai triliunan rupiah," kata Novel dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).
Novel menyebut bahwa administrasi pencatatan dan pelaporan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang belum terselenggara dan terintegrasi dengan baik. Lalu, kegiatan pengawasan pengelolaan jaminan reklamasi dan pascatambang belum optimal setelah diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2020.
"Kepatuhan perusahaan pemegang IUP untuk melakukan dan melaporkan kegiatan reklamasi sesuai rencana relatif masih rendah. Lembaga atau unit kerja pemerintah di bidang kehutanan dan lingkungan hidup relatif tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan reklamasi dan pascatambang," tuturnya.
Tak hanya itu, Satgassus Pencegahan Korupsi Polri juga menemukan celah korupsi di sektor ekspor-impor. Salah satunya yakni pada jalur impor.
"Terdapat permasalahan dan celah penyimpangan pada penjaluran importasi. Masih adanya importir yang bekerja sama dengan dengan oknum untuk melakukan pelanggaran importasi," katanya.
Lalu, ditemukan juga bahwa belum optimalnya pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dan ditemukan adanya intervensi dari pihak lain yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas petugas pemeriksa dalam proses importasi.
"Terdapat praktik nominee dan 'pinjam bendera' dalam kegiatan importasi. Kurangnya sinergitas dan koordinasi para pemangku kepentingan terkait ekspor impor," lanjutnya.
Kemudian, dalam kegiatan bersama Itjen Kemenkeu di Cikarang Dry Port ditemukan pelanggaran kepabeanan yang dilakukan oleh 2 imporitr dalam 2 kontainer, berupa pemasukan barang tidak sesuai dokumen, antara lain motor besar, sepeda premium, barang mewah dan barang Lartas lainnya. Sehingga dilakukan pencegahan dan nota pembetulan (notul) nilai total sebesar Rp 2.425.315.000.
"Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Sastgasus TPK Polri, Kemenkeu telah merespon diantaranya dengan melaksanakan program reformasi berkelanjutan dengan fokus penataan pada 5 pelabuhan utama (termasuk Cikarang Dry Port) yang diikuti dengan penguatan pengawasan pada wilayah Pesisir Timur Sumatera untuk mencegah terjadinya ballon effect akibat adanya pengetatan di pelabuhan utama," katanya.
"Atas temuan-temuan hasil deteksi korupsi di atas, Satgasus Pencegahan TPK Polri telah melakukan koordinasi dan menyusun aksi pencegahan korupsi dengan kementerian/lembaga terkait diantaranya melalui kegiatan pendampingan, pengawasan dan perbaikan regulasi," pungkasnya.
- Penulis :
- Fadly Zikry