
Pantau - Polemik legalisasi pernikahan beda agama akhirnya menemui titik terang. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak legalisasi permohonan uji materi terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Selasa (31/1/2023).
Menurut MK, nihil urgensi untuk bergeser dari pendirian mahkamah pada semua putusan sebelumnya. Tak hanya itu, dalil pemohon dalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 8 huruf F UU No. 1 Tahun 1974 tak beralasan di mata hukum.
"Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," lanjutnya.
Meski begitu, satu hakim MK menyebut alasan berbeda (concuring opinion) terhadap putusan MK itu.
Gugatan ini sebelumnya diajukan Ramos Petege yang merupakan pemeluk agama Katolik. Ia gagal menikahi perempuan beragama Islam.
Atas hal itu, Ramos Petege kemudian menggugat UU Pernikahan ke MK serta berharap pernikahan beda agama diakomodasi UU Perkawinan.
Ramos meminta MK untuk menyatakan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 8 huruf f UU No 1 Tahun 1974 inkonstitusional.
Menurutnya, perkawinan adalah hak asasi yang merupakan ketetapan atau takdir Tuhan dan setiap orang berhak untuk menikah dengan siapapun juga terlepas dari perbedaan agama. karena itu, menurut Ramos, negara tidak bisa melarang atau tidak mengakui pernikahan beda agama.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Selasa (31/1/2023).
Menurut MK, nihil urgensi untuk bergeser dari pendirian mahkamah pada semua putusan sebelumnya. Tak hanya itu, dalil pemohon dalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 8 huruf F UU No. 1 Tahun 1974 tak beralasan di mata hukum.
"Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," lanjutnya.
Meski begitu, satu hakim MK menyebut alasan berbeda (concuring opinion) terhadap putusan MK itu.
Gugatan ini sebelumnya diajukan Ramos Petege yang merupakan pemeluk agama Katolik. Ia gagal menikahi perempuan beragama Islam.
Atas hal itu, Ramos Petege kemudian menggugat UU Pernikahan ke MK serta berharap pernikahan beda agama diakomodasi UU Perkawinan.
Ramos meminta MK untuk menyatakan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 8 huruf f UU No 1 Tahun 1974 inkonstitusional.
Menurutnya, perkawinan adalah hak asasi yang merupakan ketetapan atau takdir Tuhan dan setiap orang berhak untuk menikah dengan siapapun juga terlepas dari perbedaan agama. karena itu, menurut Ramos, negara tidak bisa melarang atau tidak mengakui pernikahan beda agama.
- Penulis :
- khaliedmalvino