
Pantau - Terdakwa Arif Rachman Arifin menjadi yang pertama menjalani sidang vonis kasus onstruction of justice alias perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat. Sidang vonis digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (23/2/2023).
Tim pengacara terdakwa Arif Rachman Hakim, Junaedi Saibih mengharapkan vonis terhadap kliennya nanti akan lebih ringan dari tuntutan.
Pasalnya, apa yang dilakukan kliennya atas perintah Ferdy Sambo hanya berdasarkan melaksanakan tugas kedinasan dari perintah atasan yang sah. UU Pelayanan Publik pun menyebutkan, pejabat pelaksana tak bisa dipersalahkan.
“Jadi majelis hakim sudah sepantasnya mengedepankan ratio legis dalam pertimbangannya sebagaimana yang kami uraikan. Bahwa cukup alasan untuk tidak menjatuhkan pidana apa pun terhadap para terdakwa,” kata Junaedi Saibih kepada wartawan, Kamis (23/2/2023).
Lagipula, lanjut Junaedi, dalam kesaksianya Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Henri Subiakto persidangan pada 19 Januari 2023 menyebut Arif Rahman tak bisa dituntut dengan Pasal 33 UU ITE. Menurutnya, dalam Pasal 33 itu yang ingin dilindungi adalah fungsinya.
“Jadi harus terpenuhi bahwa ada fungsi yang terganggu akibat tindakan non fisik tersebut. Sedangkan dalam fakta persidangan Arif Rahman sama sekali tidak ada akses terhadap sistem CCTV Kompleks,” kata Junaedi mengutip kesaksian Henri.
Junaedi menambahkan, pada tahun 2021 Presiden Jokowi juga merasa banyak masalah dalam UU ITE, salah satu alasannya karena muncul pernyataan dari lembaga HAM PBB atau SPMH bahwa Indonesia telah melakukan judicial harassment karena menerapkan UU ITE tidak sesuai dengan asas hukum yang berlaku.
“Maka kemudian Presiden menunjuk Menkopolhukam untuk mengatasi masalah ini. Menindaklanjuti arahan dari Presiden, dibuatkanlah SKB (Surat Keputusan Bersama) sebagai pedoman yang disusun oleh menkopolhukam bersama Jaksa Agung, Kapolri, dan Kominfo,” kata Junaedi.
Tim pengacara terdakwa Arif Rachman Hakim, Junaedi Saibih mengharapkan vonis terhadap kliennya nanti akan lebih ringan dari tuntutan.
Pasalnya, apa yang dilakukan kliennya atas perintah Ferdy Sambo hanya berdasarkan melaksanakan tugas kedinasan dari perintah atasan yang sah. UU Pelayanan Publik pun menyebutkan, pejabat pelaksana tak bisa dipersalahkan.
“Jadi majelis hakim sudah sepantasnya mengedepankan ratio legis dalam pertimbangannya sebagaimana yang kami uraikan. Bahwa cukup alasan untuk tidak menjatuhkan pidana apa pun terhadap para terdakwa,” kata Junaedi Saibih kepada wartawan, Kamis (23/2/2023).
Lagipula, lanjut Junaedi, dalam kesaksianya Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Henri Subiakto persidangan pada 19 Januari 2023 menyebut Arif Rahman tak bisa dituntut dengan Pasal 33 UU ITE. Menurutnya, dalam Pasal 33 itu yang ingin dilindungi adalah fungsinya.
“Jadi harus terpenuhi bahwa ada fungsi yang terganggu akibat tindakan non fisik tersebut. Sedangkan dalam fakta persidangan Arif Rahman sama sekali tidak ada akses terhadap sistem CCTV Kompleks,” kata Junaedi mengutip kesaksian Henri.
Junaedi menambahkan, pada tahun 2021 Presiden Jokowi juga merasa banyak masalah dalam UU ITE, salah satu alasannya karena muncul pernyataan dari lembaga HAM PBB atau SPMH bahwa Indonesia telah melakukan judicial harassment karena menerapkan UU ITE tidak sesuai dengan asas hukum yang berlaku.
“Maka kemudian Presiden menunjuk Menkopolhukam untuk mengatasi masalah ini. Menindaklanjuti arahan dari Presiden, dibuatkanlah SKB (Surat Keputusan Bersama) sebagai pedoman yang disusun oleh menkopolhukam bersama Jaksa Agung, Kapolri, dan Kominfo,” kata Junaedi.
#PN Jaksel#Sidang Vonis#obstruction of justice#kasus pembunuhan berencana#Yosua Hutabarat#AKBP Arif Rachman Arifin
- Penulis :
- khaliedmalvino