
Pantau - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai, belum ada urgensi untuk merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) saat ini.
Hal ini merespons sorotan terhadap para pejabat yang memiliki kekayaan tidak wajar. Menurutnya, penegakan hukum terhadap hal tersebut sudah diatur lewat sejumlah instrumen, termasuk UU Pemberantasan Tipikor.
Baca Juga: Komisi XI DPR Sebut Gerakan Setop Pajak Berpotensi Kikis Kepercayaan Pembayar Pajak
"Kecurigaan-kecurigaan itu sudah diatur selama ini dalam Undang-Undang (Pemberantasan) Tindak Pidana Korupsi dan juga undang-undang lainnya yang senapas dengan hal itu," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Nasir mencontohkan, kekayaan tidak wajar bisa diusut melalui pembuktian terbalik di mana pemilik harta mesti membuktikan asal usul harta yang dimilikinya.
Politisi PKS itu melanjutkan, aparat penegak hukum selama ini juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri harta yang tak wajar.
Baca Juga: Demo Perppu Ciptaker Depan DPR, Lalin Kendaraan Dialihkan ke Jalur Bus TransJakarta
Ia menyebut, hasil analisis PPATK bahwa ada transaksi keuangan yang mencurigakan juga bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan korupsi.
"Saya pikir tidak perlu untuk merevisi Undang-Undang (Pemberantasan) Tindak Pidana Korupsi, tinggal kalau memang presiden melihat urgensi daripada hal seperti ini, dia bisa pakai instrumen lain," ujar Nasir.
Hal ini merespons sorotan terhadap para pejabat yang memiliki kekayaan tidak wajar. Menurutnya, penegakan hukum terhadap hal tersebut sudah diatur lewat sejumlah instrumen, termasuk UU Pemberantasan Tipikor.
Baca Juga: Komisi XI DPR Sebut Gerakan Setop Pajak Berpotensi Kikis Kepercayaan Pembayar Pajak
"Kecurigaan-kecurigaan itu sudah diatur selama ini dalam Undang-Undang (Pemberantasan) Tindak Pidana Korupsi dan juga undang-undang lainnya yang senapas dengan hal itu," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Nasir mencontohkan, kekayaan tidak wajar bisa diusut melalui pembuktian terbalik di mana pemilik harta mesti membuktikan asal usul harta yang dimilikinya.
Politisi PKS itu melanjutkan, aparat penegak hukum selama ini juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri harta yang tak wajar.
Baca Juga: Demo Perppu Ciptaker Depan DPR, Lalin Kendaraan Dialihkan ke Jalur Bus TransJakarta
Ia menyebut, hasil analisis PPATK bahwa ada transaksi keuangan yang mencurigakan juga bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan korupsi.
"Saya pikir tidak perlu untuk merevisi Undang-Undang (Pemberantasan) Tindak Pidana Korupsi, tinggal kalau memang presiden melihat urgensi daripada hal seperti ini, dia bisa pakai instrumen lain," ujar Nasir.
- Penulis :
- Aditya Andreas