
Pantau – Majelis Hakim menjatuhi vonis 20 tahun penjara pelaku pembunuh anggota brimob, Ardilla Rahayu Pongoh, karena terbukti membunuh suaminya Brigadir Yones Fernando Siahaan. Hakim berpendapat Brigadir Yones dibunuh berdasarkan hasil autopsi.
"Dokter Arif Wahyono menyimpulkan berdasarkan hasil autopsi terhadap pemeriksaan jenazah Yones Fernando Siahaan, penyebab kematian, mekanisme kematian, dan cara kematian terhadap korban Yones Fernando Siahaan karena adanya kekerasan tumpul pada leher dan mulut," kata hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Papua Barat Daya, Senin (17/7/2023).
"Cara kematian yang tidak wajar, karena tidak ditemukan adanya bukti mati gantung pada tubuh korban dimana sesungguhnya luka jejas jerat mati gantung yang terjadi pada korban menunjukkan ciri-ciri luka jejas setelah korban meninggal dunia. Maka, fakta-fakta tersebutlah meyakini ahli bahwa kematian korban sesuai dengan kasus pembunuhan," sambungnya.
Lebih lanjut, Hakim juga menyinggung hasil pemeriksaan dari dokter Nety Herawati. Sang dokter menemukan adanya resapan darah pada daerah saluran napas atas serta pada daerah leher kiri pada jasad Brigadir Yones.
Tak hanya itu, Hakim juga menyinggung pemeriksaan saksi ahli dr. Eko Yunianto. Ahli mengungkap bahwa seseorang meninggal bunuh diri biasanya mengeluarkan cairan urine, feses, sperma dan cairan lainnya. Sementara tanda-tanda tersebut tidak terjadi pada kasus korban. Hakim juga menyatakan terdakwa Ardilla sebagai orang terakhir yang melihat korban sebelum meninggal.
"Ternyata terdakwa satu adalah orang yang terakhir melihat korban masih hidup dan orang yang pertama yang melihat korban dalam keadaan sudah tidak bernyawa selanjutnya hanya terdakwa satu yang telah membuat cerita bahwa korban gantung diri dan tidaklah satu yang telah menurunkan atau menolong korban dari tali gantungan di atas pintu," terang hakim.
"Dokter Arif Wahyono menyimpulkan berdasarkan hasil autopsi terhadap pemeriksaan jenazah Yones Fernando Siahaan, penyebab kematian, mekanisme kematian, dan cara kematian terhadap korban Yones Fernando Siahaan karena adanya kekerasan tumpul pada leher dan mulut," kata hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Papua Barat Daya, Senin (17/7/2023).
"Cara kematian yang tidak wajar, karena tidak ditemukan adanya bukti mati gantung pada tubuh korban dimana sesungguhnya luka jejas jerat mati gantung yang terjadi pada korban menunjukkan ciri-ciri luka jejas setelah korban meninggal dunia. Maka, fakta-fakta tersebutlah meyakini ahli bahwa kematian korban sesuai dengan kasus pembunuhan," sambungnya.
Lebih lanjut, Hakim juga menyinggung hasil pemeriksaan dari dokter Nety Herawati. Sang dokter menemukan adanya resapan darah pada daerah saluran napas atas serta pada daerah leher kiri pada jasad Brigadir Yones.
Tak hanya itu, Hakim juga menyinggung pemeriksaan saksi ahli dr. Eko Yunianto. Ahli mengungkap bahwa seseorang meninggal bunuh diri biasanya mengeluarkan cairan urine, feses, sperma dan cairan lainnya. Sementara tanda-tanda tersebut tidak terjadi pada kasus korban. Hakim juga menyatakan terdakwa Ardilla sebagai orang terakhir yang melihat korban sebelum meninggal.
"Ternyata terdakwa satu adalah orang yang terakhir melihat korban masih hidup dan orang yang pertama yang melihat korban dalam keadaan sudah tidak bernyawa selanjutnya hanya terdakwa satu yang telah membuat cerita bahwa korban gantung diri dan tidaklah satu yang telah menurunkan atau menolong korban dari tali gantungan di atas pintu," terang hakim.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah