billboard mobile
HOME  ⁄  Hukum

Ketika Tangisan SYL jadi Sebait Pantun Jaksa KPK

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Ketika Tangisan SYL jadi Sebait Pantun Jaksa KPK
Foto: Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjalani sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (5/7/2024). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa/aa)

Pantau - Jaksa KPK membacakan replik atas nota pembelaan alias pleidoi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang terlibat kasus pemerasan anak buahnya.

Dalam sidang replik ini, jaksa menilai pleidoi SYL hanya pembenaran semata agar bisa lari dari tanggung jawab hukum.

"Bahwa setelah mendengar pembelaan dari penasihat hukum maupun dari Terdakwa secara pribadi, ternyata isinya bersifat pembenaran semata untuk lari dari tanggung jawab hukum. Hal tersebut dapat kami pahami mengingat begitu berlimpahnya alat bukti yang penuntut umum hadirkan di persidangan, sedangkan pembelaan dari terdakwa hanya bersumber dari keterangan terdakwa sendiri, yang mempunyai hak untuk mengingkari dan keterangan dari keluarga terdakwa sendiri yang sudah pasti membela terdakwa, meskipun salah," jelas jaksa KPK, Meyer Simanjuntak, dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).

Meyer kemudian membacakan sebait pantun sebelum membacakan replik atas pleidoi SYL. Pantun yang dibacakan Meyer berisi satire saat SYL menangis ketika mendengar tuntutan.

"Izinkanlah dalam kesempatan ini, penuntut umum menyampaikan pantun sebagai pembuka," ujarnya.

Berikut isi pantun yang dibacakan Meyer:

Kota Kupang, Kota Balikpapan
Sungguh Indah dan Menawan
Katanya Pejuang dan Pahlawan
Dengar Tuntutan Nangis Sesenggukan

Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023.

Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.

Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.

Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.

Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

Penulis :
Khalied Malvino
FLOII Event 2025

Terpopuler