
Pantau - Sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengusaha Budi Said dalam transaksi pembelian emas PT Antam kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Dalam persidangan ini, mantan pejabat PT Antam, Nur Prahesti Waluyo alias Yuki, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam modus transaksi yang dilakukan Budi Said.
Yuki, yang pernah menjabat sebagai Trading Assistant Manager di Unit Bisnis Pemurnian dan Pengolahan Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam, menjelaskan bahwa transaksi Budi Said tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Antam. Salah satu pelanggaran utama adalah cara Budi Said menyetorkan uang tanpa adanya penawaran harga harian (PH) atau referensi jumlah emas yang jelas."Uangnya masuk dulu, tanpa penawaran harga dan tanpa reference yang jelas," ungkap Yuki di hadapan Majelis Hakim, Selasa (8/10/2024).
Yuki juga mengungkapkan bahwa Budi Said pernah meminta diskon besar dalam pembelian emas. Namun, diskon seperti itu hanya diperuntukkan bagi reseller resmi. Budi Said sendiri menolak untuk menjadi reseller meskipun diskon yang bisa diperoleh mencapai 0,6%. Diskon ini sangat signifikan mengingat Budi Said membeli emas hingga 100 kilogram per minggu."Kalau saja Budi Said menjadi reseller, dia bisa mendapatkan diskon yang cukup besar," ujar Hakim Alfis Setiawan yang juga merasa heran dengan penolakan tersebut.
Penolakan untuk menjadi reseller ini menimbulkan kecurigaan bahwa Budi Said berusaha memperoleh keuntungan tidak sah dari transaksi emas yang ia lakukan. Keterangan ini semakin memperjelas dugaan bahwa Budi Said menggunakan cara-cara di luar prosedur untuk mendapatkan emas dengan harga di bawah standar.
Baca Juga:
Eks Pejabat Kementerian PUPR Diperiksa Kejagung, soal Dugaan Korupsi Tol MBZ
Dugaan Suap untuk Pegawai Antam Terungkap
Lebih lanjut, dalam persidangan juga terungkap peran penting broker Eksi Anggraeni, yang bertindak sebagai perantara dalam transaksi Budi Said dengan pegawai Antam. Eksi dilaporkan memberikan sejumlah suap kepada oknum pegawai Antam di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01, termasuk Endang Kumoro dan Ahmad Purwanto. Suap tersebut berupa uang tunai, satu unit mobil, serta biaya perjalanan umrah.
Keterlibatan oknum pegawai ini mengindikasikan adanya jaringan korupsi yang melibatkan pihak internal Antam, yang memfasilitasi transaksi emas dengan harga di bawah standar. Budi Said diketahui membeli lebih dari 7 ton emas antara Maret 2018 hingga Juni 2022, dengan total kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,1 triliun.
Kerugian Negara dan Dakwaan Terhadap Budi Said
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menyatakan bahwa Budi Said bersama oknum pegawai Antam telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Dalam dua transaksi besar, Budi Said membeli emas dengan harga di bawah standar dan jumlah yang tidak sesuai dengan pembayaran yang dilakukan. Pada transaksi pertama, Budi Said membayar Rp25,2 miliar untuk 100 kilogram emas, tetapi hanya menerima 41,865 kilogram. Sementara pada transaksi kedua, ia membayar lebih dari Rp3,5 triliun untuk 7 ton emas, tetapi hanya menerima 5,935 kilogram.
Atas perbuatannya, Budi Said didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU Pencucian Uang. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Persidangan ini tidak hanya memperlihatkan cara Budi Said memanfaatkan celah dalam transaksi emas, tetapi juga mengungkap lemahnya pengawasan internal di PT Antam yang memungkinkan praktik semacam ini terjadi.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah