
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong DPR dan pemerintah untuk segera merumuskan undang-undang ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai sistem ketenagakerjaan Indonesia saat ini “berantakan” dan tidak selaras dengan konstitusi, setelah sejumlah aturan dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
"Waktu paling lama dua tahun dinilai oleh Mahkamah cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023," ujar Enny dalam sidang di Gedung MK, Kamis (31/10/2024).
Baca juga: Putusan MK: PKWT Maksimal 5 Tahun
Enny menjelaskan bahwa substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah 37 kali diajukan uji konstitusionalitasnya, dan 12 di antaranya dikabulkan oleh MK. Ia menyebutkan, pembentukan UU baru penting untuk menampung peraturan yang lebih tegas dan selaras, khususnya terkait hak-hak pekerja dan kejelasan hubungan kerja.
"Artinya, sebelum sebagian materi/substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, sejumlah materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tambah Enny.
Menurut Enny, perbaikan regulasi ketenagakerjaan ini mendesak karena adanya tumpang tindih antara aturan UU Ketenagakerjaan yang lama dan perubahan yang dibuat dalam UU Cipta Kerja. Kondisi tersebut, lanjut Enny, membuat sistem ketenagakerjaan menjadi tidak sinkron dan rawan ketidakpastian hukum, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan pekerja.
"Dalam batas penalaran yang wajar, perhimpitan demikian terjadi karena sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 berkelindan dengan perubahan materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023," tutup Enny.
- Penulis :
- Muhammad Rodhi