billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Arti Vonis Lepas dan Dugaan Suap Rp 60 Miliar dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng

Oleh Pantau Community
SHARE   :

Arti Vonis Lepas dan Dugaan Suap Rp 60 Miliar dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng
Foto: Ketua PN Jaksel tersandung suap Rp 60 miliar demi vonis lepas korporasi di kasus korupsi minyak goreng.

Pantau - Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus suap Rp 60 miliar terkait vonis lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng.

Kejaksaan Agung menggelar konferensi pers pada Sabtu (12/5) dan mengungkap bahwa Arif menerima uang suap dari dua pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto.

Uang suap tersebut diduga diberikan melalui panitera muda PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Vonis lepas terhadap tiga korporasi besar — Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group — dijatuhkan oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.

Putusan ini bertolak belakang dengan tuntutan jaksa yang menuntut uang pengganti sangat besar: Rp 937 miliar untuk Permata Hijau, Rp 11,8 triliun untuk Wilmar, dan Rp 4,8 triliun untuk Musim Mas.

Meski perbuatan para terdakwa korporasi dianggap terbukti oleh majelis hakim, hakim menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, sehingga menjatuhkan vonis lepas atau onslag.

Apa Itu Vonis Lepas dan Implikasinya?

Vonis lepas (onslag van alle rechtsvervolging) dijelaskan dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yakni kondisi ketika perbuatan terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.

Dengan demikian, terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum meskipun fakta perbuatannya terbukti.

Hal ini berbeda dari vonis bebas (Pasal 191 ayat 1 KUHAP), yang menyatakan bahwa kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Dalam konteks hukum, vonis lepas berarti terdakwa tidak dapat dihukum karena unsur pidananya tidak terpenuhi, meskipun secara faktual terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan.

Pasal 191 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa terdakwa yang divonis lepas harus langsung dibebaskan dari tahanan jika tidak ada alasan hukum lainnya.

Dalam kasus ini, Arif diduga menggunakan kewenangannya saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat untuk mengatur hasil putusan tersebut.

Kini, ia menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan.

Kejaksaan Agung menyatakan telah menemukan cukup bukti mengenai aliran dana suap senilai Rp 60 miliar yang mengalir kepada Arif.

Temuan suap ini awalnya terkuak dari penyelidikan terhadap kasus vonis ringan Ronald Tannur, yang justru membuka pintu bagi fakta baru terkait skandal korupsi minyak goreng.

Kasus ini menjadi sorotan tajam publik karena menyangkut integritas lembaga peradilan dan pengaruh besar dalam pengambilan putusan hukum.

Penulis :
Pantau Community