
Pantau - Seiring bertambahnya usia, Gen X kini mulai memasuki masa pensiun dan menjadi generasi yang lebih tua. Mereka yang dulu mengkritik pandangan pernikahan Baby Boomers, kini justru menghadapi anggapan bahwa prinsip pernikahan yang mereka yakini juga sudah usang dan kurang relevan dengan kondisi zaman. Gen Z, yang tumbuh di era digital dengan akses informasi yang luas serta pola pikir yang lebih terbuka, mulai mempertanyakan beberapa konsep pernikahan yang selama ini dianggap ideal oleh Gen X. Perbedaan cara pandang ini mencerminkan perubahan nilai dan prioritas dalam menjalin hubungan di setiap generasi.
Berikut adalah lima keyakinan tentang pernikahan yang dulu diajarkan kepada Gen X, namun kini dianggap kurang relevan oleh Gen Z.
1. Jangan Tidur dalam Keadaan Marah
Selama bertahun-tahun, pasangan diajarkan untuk tidak tidur sebelum menyelesaikan konflik agar hubungan tetap harmonis. Namun, menurut pelatih pengembangan diri Lisa Petsinis, menekan emosi demi menyelesaikan pertengkaran dengan cepat justru bisa berdampak buruk. Ketika emosi masih memuncak, memaksa penyelesaian hanya akan memperburuk situasi, bahkan membuat salah satu pihak mengalah tanpa benar-benar merasa didengar.
Sebagai gantinya, pasangan sebaiknya mengambil jeda untuk menenangkan diri dan berpikir jernih sebelum kembali membahas masalah yang ada. Pendekatan ini memungkinkan kedua pihak untuk saling memahami tanpa tekanan emosional yang berlebihan.
Baca juga: 9 Alasan Mengapa Gen Z Tidak Bekerja Sekeras Gen X
2. Cinta Saja Cukup
Dulu, Gen X diajarkan bahwa cinta adalah fondasi utama pernikahan dan cukup untuk mempertahankan hubungan jangka panjang. Namun, menurut konselor pernikahan Mary Kay Cocharo, keyakinan ini tidak realistis. Pernikahan yang sehat membutuhkan lebih dari sekadar cinta. Faktor seperti rasa hormat, persahabatan, kesamaan tujuan hidup, nilai-nilai yang sejalan, serta keterampilan komunikasi yang baik juga berperan penting. Tanpa elemen-elemen ini, cinta saja tidak akan cukup untuk mempertahankan hubungan dalam jangka panjang.
3. Menikah di Usia Muda
Banyak Gen X yang tumbuh dengan pemikiran bahwa menikah muda adalah hal ideal, terutama untuk memiliki cukup waktu membangun keluarga. Namun, tren saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak pasangan memilih untuk menunda pernikahan hingga mereka memiliki karier yang stabil atau telah hidup bersama lebih lama sebelum membuat komitmen seumur hidup. Tekanan ekonomi yang semakin tinggi juga menjadi faktor yang membuat banyak pasangan menunda pernikahan dan menabung lebih lama sebelum memutuskan untuk membeli rumah atau memiliki anak. Sementara generasi sebelumnya mungkin menganggap keputusan ini sebagai "membuang-buang waktu," generasi muda lebih memprioritaskan kestabilan finansial dan kesiapan mental sebelum membangun keluarga.
Baca juga: 11 Hal yang Dihadapi Gen X Namun Tidak Dialami Gen Z
4. Fokus pada Perbaikan, Bukan Persiapan
Gen X dikenal sebagai generasi yang mulai terbuka terhadap terapi dan konseling pernikahan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Namun, menurut konselor pernikahan Larry Michel, pendekatan ini lebih banyak berfokus pada memperbaiki masalah setelah terjadi daripada mempersiapkan hubungan agar lebih kuat sejak awal. Sebaliknya, generasi muda lebih cenderung mengedepankan edukasi dan persiapan sebelum menikah. Mereka memahami bahwa membangun hubungan yang sehat membutuhkan pembelajaran aktif tentang komunikasi, manajemen konflik, dan pemahaman emosi sejak awal, bukan sekadar mengatasi masalah setelah pernikahan berjalan.
5. Pasangan Harus Memenuhi Semua Kebutuhan Anda
Di masa lalu, Gen X dibesarkan dengan keyakinan bahwa pasangan hidup adalah satu-satunya sumber kebahagiaan dan pemenuhan emosional. Konsep ini diperkuat oleh budaya pop, seperti dalam film Jerry Maguire dengan kutipan ikonik, "You complete me."
Namun, realitasnya, tidak ada satu orang pun yang bisa memenuhi semua kebutuhan emosional dan sosial pasangannya. Terapis perceraian Jennifer Stanton Hargrave menekankan bahwa setiap individu bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri. Menggantungkan kebahagiaan sepenuhnya pada pasangan dapat menciptakan beban emosional yang tidak sehat dan meningkatkan risiko kekecewaan dalam hubungan.
Sebaliknya, hubungan yang sehat dibangun oleh dua individu yang sudah merasa utuh secara pribadi. Dengan begitu, pernikahan menjadi tempat berbagi kebahagiaan, bukan sekadar bergantung pada pasangan untuk memenuhinya.
Baca juga: Mengapa Gen Z Disebut Strawberry Generation? Ini Penjelasannya!
Kesimpulan
Pola pikir tentang pernikahan terus berkembang seiring waktu. Apa yang dulu diajarkan kepada Gen X sebagai kunci hubungan langgeng, kini banyak dipertanyakan oleh generasi muda yang memiliki pemahaman lebih luas tentang dinamika hubungan. Dengan perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi, semakin jelas bahwa pernikahan yang sehat tidak hanya bergantung pada tradisi, tetapi juga pada kesiapan emosional, komunikasi yang baik, serta pemahaman bahwa setiap individu bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri.
Gen Z tidak menolak pernikahan, tetapi mereka mendekatinya dengan cara yang lebih realistis dan terencana. Bagi mereka, membangun hubungan yang kuat bukan hanya tentang mengikuti aturan lama, tetapi juga beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan pribadi.
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani