
Pantau - Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan (PDIP) meminta kadernya yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi untuk kooperatif dan menaati hukum.
Saat ini, dua kader PDIP yakni Harun Masiku dan mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Setiap warga negara, termasuk kader partai, wajib menjunjung tinggi hukum dan percaya pada sistem hukum yang berkeadilan," ujar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/7/2022).
Hasto menegaskan PDIP menanggapi serius berbagai persoalan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan banyak politikus, pengusaha, aparat penegak hukum hingga pegawai negeri. Termasuk yang dilakukan kader PDIP.
"Kami sungguh prihatin atas banyaknya pejabat negara yang terkena korupsi. Lebih dari 253 kepala daerah dari sebagian besar parpol sepanjang tahun 2010 sampai Juni 2018," ujarnya.
Hasto menyatakan berbagai bentuk pencegahan telah dilakukan, namun masih saja terus terjadi. Skalanya masif dari penyalahgunaan kekuasaan, gratifikasi, suap, hingga penggelapan pajak dan kejahatan korporasi yang merugikan negara.
Atas berbagai persoalan tersebut, kata dia, PDIP terus berbenah diri, termasuk mewajibkan seluruh caleg legislatif pada Pemilu 2024 untuk mengikuti kursus pemberantasan korupsi yang diadakan KPK.
"Semua caleg partai akan mendapatkan sertifikat yang bisa diperoleh dengan mengikuti kursus secara daring di KPK," kata Hasto.
Harun Masiku
Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Status itu disandang Harun Masiku bersamaan dengan tiga tersangka lain yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota bawaslu Agustiani Tio Fridelia dan pihak swasta Saeful.
Wahyu disebut-sebut telah menerima suap Rp 900 juta guna meloloskan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota dewan menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Hingga saat ini, KPK masih belum mampu menangkap Harun Masiku. Lembaga antikorupsi itu juga mengaku tidak mengetahui keberadaan tersangka buron dimaksud.
Mardani Maming
KPK menetapkan Mardani H. Maming sebagai tersangka dugaan kasus penyuapan terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Aliran suap tersebut diduga disamarkan dengan transaksi PT PAR dan PT TSP yang bekerja sama PT PCN dalam hal pengelolaan pelabuhan batu bar dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).
Tim kuasa hukum Mardani membantah tuduhan itu dengan menyebutkan bahwa ada relasi bisnis yang jelas dalam perjanjian antara PT PCN dengan PT PAR dan PT TSP.
Kuas hukum juga mengklaim tidak ada alat bukti lain yang dapat menjelaskan bahwa Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menjadi penerima manfaat dari aktivitas bisnis PT PAR dan PT TSP selama menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Mardani Maming kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, pada putusannya Rabu (27/7/2022), hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Hendra Utama Sutradodo, menyatakan permohonan praperadilan tidak diterima.
Saat ini, dua kader PDIP yakni Harun Masiku dan mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Setiap warga negara, termasuk kader partai, wajib menjunjung tinggi hukum dan percaya pada sistem hukum yang berkeadilan," ujar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/7/2022).
Hasto menegaskan PDIP menanggapi serius berbagai persoalan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan banyak politikus, pengusaha, aparat penegak hukum hingga pegawai negeri. Termasuk yang dilakukan kader PDIP.
"Kami sungguh prihatin atas banyaknya pejabat negara yang terkena korupsi. Lebih dari 253 kepala daerah dari sebagian besar parpol sepanjang tahun 2010 sampai Juni 2018," ujarnya.
Hasto menyatakan berbagai bentuk pencegahan telah dilakukan, namun masih saja terus terjadi. Skalanya masif dari penyalahgunaan kekuasaan, gratifikasi, suap, hingga penggelapan pajak dan kejahatan korporasi yang merugikan negara.
Atas berbagai persoalan tersebut, kata dia, PDIP terus berbenah diri, termasuk mewajibkan seluruh caleg legislatif pada Pemilu 2024 untuk mengikuti kursus pemberantasan korupsi yang diadakan KPK.
"Semua caleg partai akan mendapatkan sertifikat yang bisa diperoleh dengan mengikuti kursus secara daring di KPK," kata Hasto.
Harun Masiku
Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Status itu disandang Harun Masiku bersamaan dengan tiga tersangka lain yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota bawaslu Agustiani Tio Fridelia dan pihak swasta Saeful.
Wahyu disebut-sebut telah menerima suap Rp 900 juta guna meloloskan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota dewan menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Hingga saat ini, KPK masih belum mampu menangkap Harun Masiku. Lembaga antikorupsi itu juga mengaku tidak mengetahui keberadaan tersangka buron dimaksud.
Mardani Maming
KPK menetapkan Mardani H. Maming sebagai tersangka dugaan kasus penyuapan terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Aliran suap tersebut diduga disamarkan dengan transaksi PT PAR dan PT TSP yang bekerja sama PT PCN dalam hal pengelolaan pelabuhan batu bar dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).
Tim kuasa hukum Mardani membantah tuduhan itu dengan menyebutkan bahwa ada relasi bisnis yang jelas dalam perjanjian antara PT PCN dengan PT PAR dan PT TSP.
Kuas hukum juga mengklaim tidak ada alat bukti lain yang dapat menjelaskan bahwa Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menjadi penerima manfaat dari aktivitas bisnis PT PAR dan PT TSP selama menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Mardani Maming kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, pada putusannya Rabu (27/7/2022), hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Hendra Utama Sutradodo, menyatakan permohonan praperadilan tidak diterima.
- Penulis :
- Aries Setiawan