Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Heboh! 337 Juta Data Dukcapil Bocor, Pakar Keamanan Ungkap Bahayanya

Oleh Sofian Faiq
SHARE   :

Heboh! 337 Juta Data Dukcapil Bocor, Pakar Keamanan Ungkap Bahayanya
InPantau - Publik digegerkan dengan adanya dugaan kebocoran data warga Indonesia yang berasal dari Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Sejumlah 337 juta data diisukan dijual di internet.

Pakar keamanan siber CISSREC Pratama Persadha mengingatkan bahwa ini merupakan kejahatan besar yang perlu ditanggapi dengan serius. Ia juga menjelaskan bahayanya kasus ini seperti yang terjadi di Pilpres Amerika Serikat tahun 2016.

"Ini kayak kasus Pilpres Amerika 2016, di mana ada skandal Cambridge Analityca. Data-data di dalamnya valid. Ini adalah bahaya. Karena dengan NIK dan No KK saja bisa dipakai untuk registrasi SIM cards,'' ucap Pratama.

"Bisa dipakai untuk kejahatan, penipuan, dan lain-lain. Apalagi ada field nama ibu kandung. Bisa dipakai untuk fraud perbankan," sambungnya.

Dia Pratama mengatakan bahwa bahaya lain terkait Pilpres. Data ini bisa dimanfaatkan untuk kampanye Pilpres 2024. "Yang bahaya lagi adalah, data-data ini digabungkan dengan data simcard, dan data-data lain, bisa digunakan untuk kampanye di tahun 2024," ujarnya.

Oleh karenanya, dia menyebut ini kejahatan besar. Dia juga menyebut pihak yang mengelak bahwa data yang bocor berbeda dengan data induk di Dukcapil itu tak mengerti.

"Makanya ini adalah kejahatan besar harusnya. Tapi di Indonesia masih belum ada hukumannya yang berat. Nggak ngerti itu yang ngomong soal beda format data,'' katanya.

"Si hacker kalau berhasil mencuri data di server, akan melihat banyak field yang nggak ada datanya. Ya pasti dibuang lah. Diambil yang ada datanya saja. Supaya gampang dibaca. Udah pasti itu data dari Dukcapil," imbuhnya.

Baginya, Kemendagri harus membuktikan keontetikan data ini. Itu yang paling penting. "Mau elemen datanya sama atau tidak sama dengan Kemendagri yang jelas datanya sudah bocor dan yang harus dibuktikan oleh Kemendagri,'' pungkasnya.

''Apakah datanya otentik atau tidak. Itu kan yang paling penting. Kalau hanya bilang elemen datanya tidak sama lalu siapa yang harus membuktikan elemen data tersebut, kan aneh," ungkapnya.
Penulis :
Sofian Faiq