
Pantau - Formappi mengkritik adanya empat RUU tambahan dalam Prolegnas yang disepakati pemerintah dan Baleg DPR RI.
Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, RUU yang masuk di tengah jalan seharusnya merupakan rancangan aturan yang mendesak diperlukan.
"RUU yang sudah diprioritaskan sejak awal tahun, itu harus didahulukan. Kecuali kalau RUU baru memang ingin menjawab kegentingan situasi," kata Lucius, Rabu (23/8/2023).
Menurutnya, RUU yang sudah menjadi prioritas sejak awal harus yang didahulukan dalam pembahasan di DPR.
Pasalnya, dari 39 RUU yang masuk Prolegnas Prioritas tahun ini, baru dua RUU yang sudah disahkan.
"Dengan capaian buruk itu, enggak masuk akal rasanya menambah empat RUU baru. Jangan sampai publik disuguhkan rencana saja, karena yang diperlukan itu hasilnya," kritiknya.
Lucius menjelaskan, masih ada RUU lain yang perlu segera dirampungkan ketimbang menambah kembali deretan RUU prioritas tahun ini.
Misalnya, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hingga RUU Perampasan Aset yang mendesak untuk diselesaikan.
Menurutnya, meski ada usulan sembilan RUU prioritas yang dicoret, pekerjaan rumah RUU prioritas di prolegnas tahun 2023 tetap masih banyak.
"Tetap saja masih banyak sih itu. Berarti kan 39 dikurangi 9, kemudian ditambah 4 masih jadi 34 RUU kan? Yang ngaruh itu nambah baru padahal yang lama masih numpuk," jelasnya.
Meski demikian, ia sependapat jika RUU RPJPN memang diperlukan. Hanya saja waktu mengusulkan RUU tersebut seharusnya tak terjadi di tengah masa persidangan tahun ini.
Menurutnya, jika dilihat urgensi RUU RPJPN maka sebaiknya diusulkan di awal tahun sebagai prioritas di prolegnas.
"Kalau untuk kepentingan bangsa, kenapa enggak sejak awal tahun dibicarakan? Kesannya kok baru sadar sekarang, apa karena bayangan presiden baru nanti orang yang mungkin akan menelikung program pemerintah sekarang?" sindirnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas