Pantau - Rencana pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) untuk mendirikan Sekolah Rakyat pada 2025 mendapat beragam tanggapan dari masyarakat.
Secara sekilas, kebijakan ini dinilai sebagai langkah positif untuk memperluas akses pendidikan bagi kalangan kurang mampu. Namun, jika dikaji lebih dalam, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut justru kurang tepat dan berpotensi menambah beban bagi negara serta masyarakat.
Selain itu, berdasarkan Statistik Pendidikan 2024, jumlah sekolah dan madrasah di Indonesia saat ini sudah dianggap mencukupi, sehingga muncul pertanyaan mengenai urgensi pendirian Sekolah Rakyat baru.
Saat ini, terdapat 148.758 SD, 42.548 SMP, 14.445 SMA, dan 14.445 SMK. Sementara itu, madrasah di bawah Kementerian Agama (Kemenag) juga memiliki jumlah yang besar, yakni 26.378 MI (setara SD), 20.901 MTs (setara SMP), dan 8.961 MA (setara SMA).
Baca: Sekolah Rakyat Kontribusi Nyata Pemerataan Pendidikan
Dengan jumlah sekolah sebanyak ini, pertanyaannya: Apakah kita benar-benar masih kekurangan sekolah?
Lalu perbandingan jumlah sekolah negeri dan swasta di Indonesia pada tahun ajaran 2023/2024 adalah sebagai berikut.
Jumlah SD, terbagi atas 129.436 SD negeri (87,01%); 19.322 SD swasta (12,99%); total 148.758.
Jumlah SMP negeri 23.972 (56,34%); SMP swasta 18.576 (43,66%); total 42.548.
Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri 7.049 (48,80%); SMA swasta 7.396 (51,20%); total 14.445.
Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri 3.801 (26,32%); SMK Swasta 10.644 (73,68%); total 14.445.
Kemudian jumlah madrasah negeri dan swasta di bawah Kementerian Agama (Kemenag) untuk tahun ajaran 2023/2024 adalah sebagai berikut.
Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri 2.716 (10,30%); MI swasta 23.662 (89,70%); total 26.378 madrasah.
Jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) negeri 1.886 (9,02%); MTs swasta 19.015 (90,98%); total 20.901.
Jumlah Madrasah Aliyah (MA) negeri 1.620 (18,08%); MA swasta 7.341 (81,92%); total 8.961 madrasah.
Jumlah siswa SD negeri sebanyak 22.805.349 siswa, siswa SD swasta sebanyak 2.615.342 siswa, total 25.420.691 siswa.
Lalu jumlah siswa SMP negeri sebanyak 10.157.489 siswa, siswa SMP swasta sebanyak 3.647.805 siswa, total 13.805.294 siswa.
Kemudian jumlah siswa SMA negeri sebanyak 4.360.109 siswa, siswa SMA swasta sebanyak 2.643.758 siswa, total 7.003.867 siswa.
Baca juga: Sekolah Rakyat Dibuka, Siswa Wajib Tamat Tanpa Putus
Adapun jumlah siswa SMK negeri sebanyak 1.960.543 siswa, siswa SMK swasta 4.803.626 siswa, total 6.764.169 siswa.
Sedangkan jumlah siswa madrasah negeri dan swasta tahun ajaran 2023/2024 sebagai berikut.
Jumlah siswa MI negeri sebanyak 514.678 siswa, siswa MI swasta 4.935.287 siswa, total 5.449.965 siswa.
Jumlah siswa MTs negeri 417.246 siswa, jumlah siswa MTs swasta 4.138.920 siswa, total 4.556.166 siswa.
Jumlah siswa MA negeri 323.117 siswa, siswa MA swasta 1.529.682 siswa, total 1.852.799 siswa.
Berdasarkan data tersebut, madrasah swasta mendominasi jumlah lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Sementara itu, jumlah siswa di sekolah negeri lebih banyak pada jenjang SD, SMP, dan SMA.
Namun, untuk jenjang SMK dan madrasah, jumlah siswa di sekolah swasta justru lebih tinggi dibandingkan sekolah negeri. Selain itu, di berbagai daerah, banyak sekolah mengalami penurunan jumlah siswa. Tren ini terlihat baik di perkotaan maupun di pedesaan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Termasuk tren penurunan angka kelahiran dan urbanisasi. Jika sekolah yang ada saja mengalami kekurangan siswa, mengapa pemerintah justru menambah sekolah baru?
Beberapa sekolah bahkan terpaksa ditutup akibat minimnya jumlah siswa. Contohnya, di Kabupaten Pati, sejumlah sekolah mengalami krisis murid hingga akhirnya harus ditutup. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan utama bukanlah kurangnya jumlah sekolah, melainkan rendahnya jumlah peserta didik.
Daripada mendirikan sekolah baru, pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kualitas pendidikan yang sudah ada. Prioritas utama semestinya bukan menambah jumlah sekolah, tetapi meningkatkan kualitasnya. Faktanya, masih banyak sekolah yang kekurangan tenaga pendidik yang kompeten, terutama di daerah terpencil.
Selain itu, fasilitas pendidikan juga masih jauh dari memadai, seperti laboratorium dan perpustakaan yang layak, akses internet, serta teknologi yang semakin krusial di era digital. Kesejahteraan guru, khususnya di madrasah, juga masih menjadi persoalan serius.
Bahkan, Menteri Agama pernah menyampaikan keprihatinannya terkait kondisi guru madrasah yang hanya menerima gaji Rp100 ribu per bulan.
Kondisi ini menegaskan bahwa permasalahan utama dalam dunia pendidikan bukanlah kurangnya sekolah, melainkan kesejahteraan guru yang belum mendapat perhatian memadai. Jika pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan, sebaiknya anggaran dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik daripada membangun sekolah baru.
Sebaiknya Kemensos fokus pada masalah sosial.
Kementerian Sosial memiliki tugas utama dalam menangani masalah sosial seperti, gelandangan dan pengemis, anak jalanan yang butuh perlindungan sosial, juru parkir liar yang mencari makan di jalan, dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang terlantar.
Baca juga: Gus Ipul: Sekolah Rakyat akan Berdiri di Tiap Kabupaten Kota
Jika Kemensos ingin membantu dunia pendidikan, sebaiknya mereka berkolaborasi dengan Kemendikbud dan Kemenag, bukan malah membangun sekolah sendiri yang bukan menjadi tugas utama mereka.
Atas dasar itu Sekolah Rakyat bukan solusi. Daripada mendirikan sekolah baru, pemerintah seharusnya memperkuat sekolah yang sudah ada dan meningkatkan kualitas pendidikan agar lebih merata. Dukungan Pengusaha untuk Maruarar Sirait, Apresiasi Program Perumahan Rakyat
Selain itu, Kemensos lebih baik fokus menyelesaikan persoalan sosial yang menjadi tanggung jawab utamanya.
Jika benar-benar ingin membantu pendidikan, solusinya bisa berupa bantuan beasiswa, pendampingan bagi anak-anak putus sekolah, atau kerja sama dengan sekolah yang sudah ada.
Masyarakat perlu lebih kritis terhadap kebijakan ini. Jangan sampai langkah yang tampak baik justru menambah masalah baru bagi dunia pendidikan dan masyarakat
- Penulis :
- Fithrotul Uyun