Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

FK UB Terapkan Tes Kepribadian Ketat untuk Calon Dokter Spesialis

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

FK UB Terapkan Tes Kepribadian Ketat untuk Calon Dokter Spesialis
Foto: Tes kepribadian MMPI menjadi tahapan krusial dalam seleksi dokter spesialis di FK Universitas Brawijaya.

Pantau - Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) menegaskan bahwa pelaksanaan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dijalankan secara ketat dan berstandar tinggi.

Dekan FK UB, Prof. dr Wisnu Barlianto, menyatakan bahwa MMPI digunakan untuk menilai kepribadian dan kondisi kejiwaan calon dokter spesialis.

"MMPI ini tes psikologi untuk menilai kepribadian dan psikopatologi, kalau dia tidak lulus maka tidak bisa menjadi dokter spesialis".

Tes MMPI Jadi Penentu Lolos Tidaknya Peserta PPDS

Prof. Wisnu menjelaskan bahwa metode MMPI sudah diterapkan dalam proses seleksi calon dokter spesialis di FK UB sejak sekitar lima hingga sepuluh tahun terakhir.

Penggunaan tes ini, menurutnya, berdasarkan bukti ilmiah yang menyatakan bahwa MMPI dapat memprediksi kepribadian serta stabilitas kejiwaan calon dokter secara akurat.

"Kami bisa melakukan skrining dan mencegah supaya dia tidak menjadi dokter".

Ia mengakui bahwa tidak sedikit peserta PPDS yang gagal dalam tahapan ini karena tidak memenuhi nilai ambang batas yang telah ditentukan.

"Cukup banyak yang tidak lolos MMPI, ada nilai batas lulusnya. Kalau tidak mencapai nilai itu dia tidak lulus".

Pendidikan Etika dan Pengawasan Ketat Selama Masa Studi

Selama menjalani pendidikan, setiap peserta PPDS dibekali materi tentang kode etik profesi kedokteran.

Materi tersebut mencakup tata cara layanan kepada pasien dan standar operasional prosedur (SOP) yang wajib diikuti dalam praktik klinik.

"Di dalam layanan kesehatan itu sudah ada SOP baku, tidak semua PPDS bisa mendapatkan penyerahan pasien".

Dokter PPDS juga tidak bisa langsung menangani pasien tanpa pendelegasian resmi dari dokter penanggung jawab.

"Kalau PPDS ini mampu, maka tidak ditinggalkan begitu saja oleh dokter penanggung jawab yang punya pasien, sehingga sifatnya supervisi. Terus juga menyesuaikan dengan kemampuan PPDS itu sendiri".

Dalam praktik jaga di IGD atau ruang perawatan, PPDS wajib didampingi oleh perawat, terlebih bila pasien yang ditangani adalah perempuan, maka perawat pendamping juga harus perempuan.

"Itu dilakukan supaya tidak menimbulkan fitnah. Kami selalu mengingatkan kepada teman-teman dokter mengenai ini".

Sikap Tegas terhadap Kasus Pelecehan

Menanggapi beberapa kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum dokter, Prof. Wisnu menyatakan bahwa tindakan tersebut mencerminkan kegagalan menjaga sumpah profesi dan profesionalisme.

Ia menyebut sudah tepat jika penanganan kasus semacam ini diserahkan kepada aparat penegak hukum.

"Karena sudah masuk ranah kriminal kami sepakat apabila penanganannya dilakukan pihak berwajib, dalam hal ini kepolisian. Tentunya kami dari institusi pendidikan sangat menyayangkan ini".

Penulis :
Arian Mesa