
Pantau - Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, menekankan pentingnya penertiban kawasan hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan.
Sadino menyebut lahan kebun sawit yang telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) memiliki kekuatan hukum kuat sehingga tidak bisa disita atau disegel sembarangan.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan ketentuan kehutanan, HGU merupakan hak atas tanah yang ditetapkan oleh Menteri ATR/BPN dan hanya dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan.
Sadino menambahkan bahwa HGU tidak dapat dievaluasi oleh Menteri ATR/BPN setelah lebih dari empat tahun kecuali melalui putusan pengadilan, mengacu pada asas hukum Presumption lustae Causa.
"Presumption lustae Causa" adalah asas yang menyatakan keputusan negara dianggap sah kecuali dibatalkan melalui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Penataan Pertanahan dan Dukungan terhadap Kebijakan Pemerintah
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, atas penugasan dari Presiden Prabowo Subianto, melakukan penataan dan pemetaan pertanahan dengan prinsip pemerataan, keadilan, dan kesinambungan ekonomi.
Berdasarkan Surat Edaran Sekjen Kementerian ATR/BPN No. 9/SE.HT.01/VII/2024, di Provinsi Riau ditemukan 126 perusahaan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) namun belum mengantongi HGU.
Nusron Wahid menginstruksikan jajaran Kementerian untuk mengkategorikan perusahaan berdasarkan letaknya di dalam atau di luar kawasan hutan.
Ia juga menegaskan bahwa apabila HGU lebih dahulu terbit dibandingkan peta kawasan hutan, maka keberadaan HGU yang akan diakui.
Sadino mendukung penuh langkah Nusron Wahid karena sesuai dengan hukum yang berlaku, terutama mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Ia menegaskan bahwa Satgas Penertiban Kawasan Hutan harus menjalankan amanat UU Kehutanan sesuai Perpres 5 Tahun 2025, guna meluruskan klaim kawasan hutan dan menghindari masalah hukum yang berkepanjangan.
- Penulis :
- Balian Godfrey