
Pantau - Pemerintah Kabupaten Lombok Timur menegaskan pentingnya edukasi kepada pelajar mengenai bahaya dan dampak negatif dari perkawinan usia anak, menyusul masih tingginya angka kasus yang tercatat di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Lombok Timur, Ahmat, menyebut perkawinan anak sebagai tindakan yang sangat kejam.
Ia mencontohkan, seorang pelajar SMA kelas 1 atau 2 yang menikah akan kehilangan peluang untuk meraih cita-cita besar, seperti menjadi politisi atau kepala lingkungan.
Sosialisasi ke Sekolah dan Aturan Daerah Jadi Langkah Serius Cegah Perkawinan Anak
Pemkab Lombok Timur aktif melakukan sosialisasi langsung ke sekolah-sekolah untuk meningkatkan pemahaman pelajar tentang isu ini.
Materi tentang dampak negatif perkawinan anak bahkan disampaikan guru sebelum pelajaran dimulai.
Data Januari hingga Mei 2025 mencatat 27 kasus perkawinan anak di Lombok Timur.
Pada tahun 2024 terdapat 38 kasus, dan pada 2023 tercatat 40 kasus.
Meski menunjukkan tren menurun, angka tersebut tetap menjadi perhatian serius pemerintah daerah.
Sejak 2021, Bupati Lombok Timur Haerul Warisin telah menginstruksikan camat dan kepala desa untuk membuat peraturan desa yang secara khusus mengatur pencegahan perkawinan anak.
Di tingkat kabupaten, sudah diterbitkan Peraturan Bupati Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perkawinan Anak.
Selain itu, di tingkat provinsi Nusa Tenggara Barat juga terdapat Peraturan Daerah (Perda) Penundaan Usia Perkawinan yang menjadi payung hukum lebih luas dalam penanganan persoalan ini.
- Penulis :
- Balian Godfrey