
Pantau - Kuasa hukum mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir, menyatakan bahwa pemilihan sistem operasi Chrome OS dalam proyek pengadaan laptop di Kemendikbudristek justru lebih hemat dibandingkan Windows dan menyelamatkan keuangan negara hingga Rp1,2 triliun.
Pernyataan tersebut disampaikan Dodi dalam konferensi pers yang digelar di kawasan Jakarta Selatan pada Selasa, 9 Desember 2025.
Konferensi pers ini dilakukan menyusul pelimpahan berkas perkara Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Penggunaan Chrome OS Dinilai Lebih Efisien
Dalam pernyataannya, Dodi menjelaskan bahwa sistem operasi Chrome OS memberikan penghematan signifikan karena tidak berbayar, berbeda dengan Windows yang memerlukan lisensi berbayar.
"Jika dibandingkan sistem operasi Chrome dengan Windows secara apple to apple, praktis langsung terjadi penghematan karena sistem operasi Chrome itu gratis, sedangkan sistem operasi Windows adalah berbayar," ungkapnya.
Ia juga menyoroti efisiensi dari penggunaan Chrome Device Management (CDM) yang hanya dikenakan biaya satu kali seumur hidup, dengan nominal sekitar 20 dolar AS, jauh lebih murah dibandingkan lisensi Windows yang bisa mencapai minimal 50 dolar AS dan dibayar berkala.
"CDM dan Chrome OS hanya dibayar sekali seumur hidup," tambahnya.
Selain perangkat lunak, Dodi menyebutkan bahwa pengadaan perangkat keras berbasis Chrome OS juga jauh lebih murah.
"Spesifikasi hardware yang menggunakan Chrome OS sebagai sistem operasi, itu sangat murah karena dengan spesifikasi minimal, bahkan komputer-komputer yang sudah tidak dipakai, yang sudah usang untuk mendukung sistem operasi Windows, itu bisa dipakai," jelasnya.
Tanggapan atas Tuduhan Korupsi
Menanggapi tuduhan dugaan korupsi senilai Rp2,1 triliun, Dodi menegaskan bahwa kebijakan penggunaan Chrome OS merupakan bentuk efisiensi dan bukan penyebab kerugian negara.
Ia menyatakan bahwa jika terjadi permasalahan harga perangkat yang dinilai terlalu mahal, hal itu berada di luar kebijakan Nadiem sebagai menteri.
"Itu tentunya berada pada area yang lain karena pengadaan itu dikoordinasi, dilaksanakan melalui koordinasi LKPP dan sistem pengadaan digital yang ranahnya bukan berada pada ranah kebijakan menteri," tegasnya.
Sebelumnya, pada Senin, 8 Desember 2025, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa negara dirugikan sebesar Rp2,1 triliun dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek selama 2019–2022.
Direktur Penuntutan Jampidsus, Riono Budisantoso, menyatakan bahwa kasus ini berawal dari laporan tim teknis kepada Nadiem mengenai netralitas sistem operasi dalam pengadaan, namun kemudian diminta untuk direvisi agar merekomendasikan Chrome OS.
"Perlu diketahui bahwa pada tahun 2018, Kemendikbudristek pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome dan penerapannya dinilai gagal. Namun, pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 sampai dengan 2022 tanpa dasar teknis yang objektif," ujarnya.
Riono menambahkan bahwa tindakan tersebut mengarah pada proses pengadaan yang tidak netral, melawan hukum, dan menguntungkan pihak tertentu.
Menurutnya, terdapat dugaan kuat bahwa telah terjadi perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum, termasuk kemungkinan adanya penerimaan uang oleh pejabat negara.
- Penulis :
- Arian Mesa








