
Pantau - Komisi III DPR RI menerima sebanyak 196 masukan dari Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa meski DPR tengah berada dalam masa reses, rapat dengar pendapat umum (RDPU) tetap digelar untuk menjamin partisipasi publik secara bermakna.
"RDPU khusus di masa reses ini perlu kami gelar karena besarnya atensi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya jadi walaupun reses, ini teman-teman dari berbagai daerah hadir, (RDPU) tidak menyalahi aturan juga karena kami sudah minta izin ke pimpinan DPR", ungkapnya.
Komisi III DPR menyatakan komitmennya untuk terus membuka ruang bagi seluruh elemen masyarakat yang ingin menyampaikan pandangan dan aspirasi terhadap pembahasan RUU KUHAP.
"Rencananya RDPU ini akan ada terus dan apabila ada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya, kami terbuka terus sampai dengan nanti pembahasan", ujar Habiburokhman.
Empat Poin Krusial dari Peradi
Dari total 196 masukan yang diterima, DPN Peradi membacakan secara langsung 18 poin penting, sedangkan sisanya disampaikan secara tertulis.
"Sesuai dengan permohonan kita terkait dengan usulan-usulan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)", ujar Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono.
Dari 18 poin tersebut, terdapat empat poin yang dinilai sangat krusial oleh Peradi.
Pertama, terkait pengaturan penyadapan yang dianggap terlalu berlebihan untuk konteks hukum acara pidana umum.
"Bahwa kemudian ada undang-undang lain yang mengatur soal itu, itu silakan saja, tapi jangan tempatkan itu di KUHAP", tegas Dwiyanto.
Kedua, mengenai hak advokat untuk berbicara dengan kliennya—baik tersangka, terdakwa, maupun terpidana—tanpa harus didengar pihak lain.
"Aturan lama yang sekarang berlaku, ini dapat didengar oleh para penyidik atau petugas-petugas", ungkapnya.
Ketiga, Peradi menekankan pentingnya kewajiban penyidik untuk memberikan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada saksi maupun tersangka setelah pemeriksaan.
"Kalau tidak bisa, tidak ada aturannya, maka kami (advokat) tidak bisa meminta kepada mereka berdasarkan surat kuasa yang kita punya", jelas Dwiyanto.
Keempat, penghentian penyelidikan harus dapat diajukan dalam proses praperadilan, mengingat banyaknya surat perintah penghentian penyelidikan yang tidak bisa diuji.
RUU KUHAP Masuk Prolegnas Prioritas 2025
RUU KUHAP menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 atas usulan Komisi III DPR RI.
Selama masa reses, Komisi III aktif menyerap aspirasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk advokat, mahasiswa, akademisi, dan lembaga resmi lainnya.
- Penulis :
- Arian Mesa