billboard mobile
HOME  ⁄  Nasional

KemenPPPA Tegaskan Partisipasi Anak Bukan Simbolik, tapi Hak dalam Pembangunan Nasional

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

KemenPPPA Tegaskan Partisipasi Anak Bukan Simbolik, tapi Hak dalam Pembangunan Nasional
Foto: KemenPPPA Tegaskan Partisipasi Anak Bukan Simbolik, tapi Hak dalam Pembangunan Nasional(Sumber: ANTARA/HO-KemenPPPA)

Pantau - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menegaskan bahwa partisipasi anak dalam pembangunan bukanlah bentuk keterlibatan simbolis, melainkan hak yang dijamin oleh hukum dan harus diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan nasional maupun daerah.

Suara Anak Indonesia Jadi Representasi Aspirasi Anak Secara Inklusif

Staf KemenPPPA, Devy Nia Pradhika, menyampaikan hal ini dalam Lokakarya Forum Anak Nasional yang merupakan rangkaian dari peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025.

"Partisipasi anak bukan hanya bentuk keterlibatan simbolis, tetapi merupakan hak yang dijamin oleh hukum. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga menindaklanjuti suara anak melalui pengintegrasian dalam kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di tingkat nasional maupun daerah," tegas Devy.

Menjelang peringatan HAN 2025, KemenPPPA tengah menyusun dan mempersiapkan pembacaan Suara Anak Indonesia (SAI) sebagai representasi aspirasi dan kebutuhan anak-anak terhadap pemenuhan hak serta perlindungan khusus.

Penyusunan SAI dilakukan melalui penjaringan aspirasi dari anak-anak di seluruh Indonesia, dengan bantuan alat Kanvas Suara Anak agar prosesnya lebih sistematis dan inklusif.

Pendekatan ini dinilai sebagai bentuk konkret untuk mendorong pembangunan yang berpihak pada anak dan selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Anak sebagai Subyek Pembangunan, Bukan Sekadar Penerima Manfaat

Devy juga menekankan bahwa anak-anak harus dipandang sebagai subyek pembangunan yang berhak menyampaikan pendapat dan dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan.

“Pemenuhan hak anak harus menjadi bagian integral dari kebijakan nasional,” ujarnya.

Perlindungan dan pemenuhan hak anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagai penyempurnaan dari UU Nomor 23 Tahun 2002.

Undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap anak berhak tumbuh dan berkembang secara optimal, bebas dari kekerasan dan eksploitasi, serta memiliki akses yang setara terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda ditetapkan sebagai indikator kunci dalam pembangunan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing.

"Kami mengajak seluruh pihak untuk terus mendorong keterlibatan aktif anak dalam proses pembangunan. Kami berharap melalui kegiatan lokakarya ini, anak-anak dapat memahami arti penting partisipasi dan mulai menyusun Suara Anak Indonesia yang relevan dan berdampak bagi pengambilan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka," tutup Devy.


 

Penulis :
Aditya Yohan