
Pantau - Pemerintah Provinsi Papua Barat tengah mengupayakan realisasi dana hak partisipasi (participating interest/PI) sebesar 10 persen dari hasil produksi minyak dan gas bumi (migas) untuk mendukung pembangunan daerah.
Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani, menyampaikan bahwa urgensi pencairan dana PI ini akan dibahas dalam forum Musyawarah Nasional V Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).
“Kalau itu soal regulasi, kami minta kelonggaran supaya Papua Barat bisa segera terima PI 10 persen,” ujarnya.
Pemerintah Siapkan Regulasi dan BUMD Pengelola
Saat ini, Pemprov Papua Barat tengah menyiapkan peraturan daerah serta membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) yang akan mengelola dana PI tersebut.
Pemerintah provinsi juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di wilayah tersebut.
“Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Barat segera follow up ke SKK Migas dan KKKS,” tambah Lakotani.
Ia menekankan bahwa skema pembagian hasil produksi migas harus dirasionalkan agar lebih berpihak pada kepentingan daerah penghasil.
Pembagian dana bagi hasil (DBH) migas sendiri diatur melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2024 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, dengan penyaluran yang ditentukan melalui Peraturan Menteri Keuangan.
“Pembagian DBH migas kami minta lebih proporsional lagi, tentu ini untuk kepentingan daerah,” tegasnya.
ADPMET Siap Dampingi Papua Barat, Hadapi Hambatan Regulasi
Sekretaris Jenderal ADPMET, Andang Bachtiar, menyatakan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan SKK Migas dan KKKS guna mempercepat realisasi dana PI 10 persen bagi Papua Barat.
“Asosiasi berkomitmen membantu Papua Barat mempercepat penerimaan dana PI 10 persen,” ujarnya.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2025—perubahan dari Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016—KKKS berkewajiban menawarkan 10 persen PI kepada BUMD yang direkomendasikan oleh pemerintah daerah penghasil migas.
Namun demikian, masih terdapat sejumlah hambatan dalam implementasinya, seperti belum tersusunnya peraturan daerah, status hukum BUMD, serta kebutuhan analisis teknis dalam pembagian antara provinsi dan kabupaten.
Andang menyebutkan bahwa ADPMET memiliki pengalaman dalam membantu daerah lain, seperti Provinsi Lampung, menyelesaikan revisi perda BUMD migas hanya dalam waktu tiga bulan.
“Nanti, kami petakan apa saja kendala Papua Barat. Asosiasi berkomitmen membantu semua anggota,” pungkasnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf