
Pantau - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Haji 2024, Luluk Nur Hamidah, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh sebelum pemerintah membuka opsi pelaksanaan ibadah haji melalui jalur laut, dan menyarankan fokus utama tetap diarahkan pada perbaikan moda angkutan udara yang sudah tersedia.
Menurut Luluk, wacana jalur laut hanya dapat diterima jika berbentuk paket khusus seperti wisata religi atau napak tilas sejarah, bukan sebagai opsi utama dalam penyelenggaraan haji reguler.
"Ya, itu kalau konteksnya seperti paket khusus yang orang ingin misalnya romantisme masa lalu, ya boleh-boleh saja, tetapi kalau itu sebagai opsi ya memang harus dipertimbangkan. Seharusnya justru angkutan udara kita ini kan dipermudah, kemudian pengawasannya juga lebih baik, karena armadanya kan juga sudah ada," ungkapnya.
Fokus pada Optimalisasi Jalur Udara
Ia menyoroti pentingnya evaluasi terhadap moda udara terlebih dahulu, termasuk distribusi dan keterlibatan maskapai penerbangan nasional.
"Kita ini punya penerbangan domestik yang sudah banyak beroperasi, itu kan mungkin saja untuk dilibatkan. Nah, kalau kemarin itu kan memang monopoli diberikan kepada salah satu maskapai, tetapi ternyata juga enggak bisa mengatasi semuanya, itu yang harus dievaluasi," ujarnya.
Luluk juga menilai jalur laut sebaiknya tidak digunakan karena alasan ketidaksiapan moda udara, melainkan harus melalui pertimbangan manajerial yang menyeluruh.
"Tetapi, kalau negara membuka opsi jalur laut karena ketidakmampuan jalur udara, ya ini perlu untuk dievaluasi bareng-bareng, jangan-jangan bukan karena kita enggak cukup maskapainya, tetapi karena manajemennya kurang bagus," ia mengungkapkan.
Pemerintah Akui Jalur Laut Butuh Banyak Pertimbangan
Menteri Agama Nasaruddin Umar juga menyampaikan bahwa wacana haji jalur laut masih dalam tahap kajian mendalam, khususnya dari aspek efisiensi waktu dan biaya.
"Sudah lama diwacanakan itu, tapi Malaysia kayaknya lebih agresif. Kita masih perlu banyak pertimbangan. Pertama dari segi waktu, karena sangat lama," jelas Menag.
Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam penggunaan kapal laut untuk pelaksanaan ibadah haji, namun kondisi geografis dan perkembangan teknologi saat ini menuntut perhitungan ulang.
"Perjalanan haji lewat laut itu memang ada, seperti dulu pakai kapal Belle Abeto dan Gunung Jati, bisa sampai tiga atau empat bulan. Sekarang mungkin kapalnya lebih cepat. Jalur laut itu memang ada, tapi lebih cocok untuk negara-negara yang jaraknya lebih dekat, seperti Mesir. Kalau kita kan jauh, jadi perlu dihitung ulang," ungkapnya.
- Penulis :
- Shila Glorya