
Pantau - Pemerintah India pada Kamis, 17 Juli 2025, menepis peringatan dari Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte terkait potensi sanksi sekunder Amerika Serikat terhadap negara-negara seperti India, China, dan Brasil jika tetap menjalin hubungan dagang dengan Rusia.
Dalam konferensi pers di New Delhi, juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, menegaskan bahwa keamanan energi nasional adalah prioritas utama negaranya.
"Kami telah melihat laporan mengenai hal ini dan terus memantau perkembangannya... mengamankan kebutuhan energi rakyat kami tentu saja merupakan prioritas utama bagi kami", ungkap Jaiswal.
Ia juga menambahkan bahwa India akan terus mengambil keputusan berdasarkan kondisi pasar dan dinamika global yang sedang berlangsung.
"Dalam upaya ini, kami berpedoman pada apa yang ditawarkan di pasar dan kondisi global yang berlaku", tambahnya.
India Peringatkan Bahaya Standar Ganda
Lebih lanjut, Jaiswal menyampaikan peringatan agar tidak menerapkan standar ganda dalam menanggapi kebijakan luar negeri dan perdagangan negara-negara berkembang.
" Kami secara khusus memperingatkan agar tidak menerapkan standar ganda dalam masalah ini", katanya.
Pernyataan India ini muncul setelah Mark Rutte menyampaikan komentar kepada wartawan usai bertemu Presiden AS Donald Trump pada awal pekan.
Menurut Rutte, Trump menyatakan bahwa jika Rusia tidak menunjukkan keseriusan dalam perundingan damai terkait perang Ukraina, maka dalam 50 hari ia akan menjatuhkan sanksi sekunder terhadap negara-negara mitra dagang utama Rusia seperti India, China, dan Brasil.
China Juga Menolak Ancaman Sanksi
Sebelumnya, pada Rabu, 16 Juli 2025, pemerintah Tiongkok juga secara terbuka menolak peringatan dari Mark Rutte.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers di Beijing menyatakan bahwa solusi terbaik bagi krisis Ukraina adalah penyelesaian damai.
"Dialog dan negosiasi adalah satu-satunya jalan keluar yang layak dari krisis (Ukraina)", tegas Lin Jian.
Ia juga menegaskan penolakan China terhadap sanksi sepihak dan tindakan koersif lainnya.
"China menentang sanksi sepihak dan yurisdiksi jangka panjang. Perang tarif tidak memiliki pemenang (dan) paksaan serta tekanan tidak akan menghasilkan apa-apa", ujarnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti