
Pantau - Firman Soebagyo, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, mewacanakan pemisahan pelaksanaan pemilu menjadi dua tahap, yakni pemilu legislatif dan pemilu eksekutif, sebagai langkah merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah.
Usulan Pemilu Dua Tahap dan Alasan Legislasi Dulu
Dalam skema yang diusulkan Firman, pemilu legislatif akan meliputi pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD, sementara pemilu eksekutif akan mencakup pemilihan presiden dan kepala daerah.
"Kemungkinan bisa juga nanti kami coba bahas, kami kaji pemilu bisa dikondisikan dua kali, yaitu pemilu eksekutif, pemilu legislatif. Legislatifnya lebih dulu, kemudian nanti pemilu eksekutif," ungkapnya.
Firman menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif lebih awal akan memudahkan dalam menetapkan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu disebutnya akan menggunakan metode omnibus law karena mencakup sejumlah undang-undang kepemiluan yang berbeda.
Metode omnibus law ini diharapkan bisa menjadi solusi atas Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
"Oh iya, harapannya begitu karena sekarang ini kan kami sebagai pembuat undang-undang ya, memang dengan putusan MK itu agak membingungkan," ujarnya.
Implikasi Putusan MK dan Harapan untuk Pembahasan Awal
Firman juga menyoroti implikasi dari putusan MK terhadap perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD, yang menurutnya belum memiliki dasar hukum yang jelas.
"Tidak bisa ada norma yang mengatur atau pasal yang mengatur perpanjangan masa jabatan. Kalau itu ada dilakukan, maka harus mengubah konstitusinya. Itu enggak bisa kita lakukan seperti itu," tegasnya.
Saat ini, DPR belum mengambil keputusan final mengenai arah perubahan sistem pemilu nasional.
Komisi II DPR telah mengirim surat kepada pimpinan DPR untuk meminta arahan lebih lanjut, namun belum mendapat respons hingga kini.
Firman berharap pembahasan RUU Pemilu bisa dimulai lebih awal, setidaknya mulai tahun 2026, meskipun pemilu nasional berikutnya baru akan berlangsung pada 2029.
"Karena kalau terburu-buru, nanti akhirnya hasilnya tidak maksimal, apalagi seperti yang lalu-lalu itu kan keputusan tentang undang-undang atau revisi Undang-Undang Pemilu itu kan berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu," ia mengungkapkan.
Putusan MK menyebutkan bahwa pemilu daerah harus digelar dua hingga dua setengah tahun setelah pemilu nasional selesai, dengan pemilu nasional dianggap selesai saat presiden dan anggota legislatif dilantik.
Dalam putusan tersebut, MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk menyusun rekayasa konstitusional guna mengatur masa transisi jabatan kepala/wakil kepala daerah dan anggota DPRD hasil Pemilu 2024.
Putusan ini akan berlaku efektif mulai Pemilu 2029.
- Penulis :
- Arian Mesa










