Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Minta Peninjauan Kembali Jika Ada Bukti Baru, Komnas HAM Soroti Penanganan Kasus Kematian Diplomat Kemlu

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Minta Peninjauan Kembali Jika Ada Bukti Baru, Komnas HAM Soroti Penanganan Kasus Kematian Diplomat Kemlu
Foto: Suasana diskusi PSU damai dan ramah HAM antara Komnas HAM RI Perwakilan Papua bersama wartawan di Jayapura (sumber: ANTARA/Ardiles Leloltery)

Pantau - Komnas HAM meminta Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya untuk tetap membuka ruang peninjauan kembali (PK) atas kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP), jika di kemudian hari ditemukan bukti atau fakta baru.

"Kepada kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya, agar tetap membuka ruang untuk melakukan peninjauan kembali jika di kemudian hari muncul bukti atau fakta baru terkait peristiwa meninggalnya ADP," ungkap Komnas HAM dalam keterangan tertulis.

Hasil Penyelidikan dan Temuan Awal Komnas HAM

Komnas HAM telah meninjau langsung lokasi penemuan jenazah ADP di Guest House Gondia, Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22, Jakarta Pusat, dan meminta keterangan dari sejumlah saksi, keluarga, serta rekan kerja korban.

Komnas HAM juga telah memeriksa dokumen penyelidikan kepolisian dan hasil pemeriksaan medis dari rumah sakit.

Berdasarkan rangkaian langkah tersebut, Komnas HAM menyimpulkan bahwa hingga saat ini belum ditemukan bukti yang menunjukkan keterlibatan orang lain dalam kematian ADP.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah merilis hasil penyelidikan pada 29 Juli 2025 yang menyimpulkan kematian ADP tidak melibatkan pihak lain.

Direktorat Reserse Kriminal Umum menyatakan kesimpulan tersebut diambil berdasarkan penyelidikan mendalam dengan dukungan berbagai ahli.

Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri tidak menemukan adanya DNA atau sidik jari lain di tempat kejadian selain milik korban.

Hasil pemeriksaan toksikologi juga menunjukkan tidak adanya zat berbahaya dalam tubuh korban.

Sementara itu, pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menyatakan penyebab kematian adalah gangguan pertukaran oksigen pada saluran napas atas yang menyebabkan mati lemas.

Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) juga mengungkapkan bahwa ADP pernah mengakses layanan kesehatan mental secara daring pada sekitar tahun 2013 dan 2021, serta diduga mengalami tekanan psikologis.

Sorotan atas Penyebaran Informasi Visual dan Imbauan Komnas HAM

Komnas HAM menyoroti maraknya penyebaran foto dan video jenazah ADP, potongan CCTV, serta rekaman tempat kejadian perkara di media sosial dan media pemberitaan tanpa persetujuan keluarga.

"Penyebaran informasi visual yang bersifat sensitif tersebut tidak hanya telah memperdalam kesedihan dan trauma keluarga, tetapi juga berpotensi melanggar hak atas martabat manusia," tegas Komnas HAM.

Komnas HAM menyatakan jenazah harus tetap diperlakukan dengan hormat dan bermartabat.

Narasi negatif yang menyertai penyebaran materi visual tersebut dinilai sebagai bentuk perlakuan yang merendahkan martabat manusia.

Komnas HAM juga mengimbau Kementerian Luar Negeri serta instansi pemerintah dan swasta agar lebih memperhatikan isu kesehatan mental di lingkungan kerja sebagai bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan.

Selain itu, Komnas HAM meminta media massa dan masyarakat untuk menghormati hak atas martabat ADP dan privasi keluarga dengan tidak menyebarluaskan informasi yang belum terverifikasi.

"Komnas HAM menegaskan bahwa penyebaran konten yang bersifat sensasional dan vulgar terkait peristiwa ini tidak hanya bertentangan dengan etika kemanusiaan, tetapi juga dapat memperburuk penderitaan psikologis keluarga yang ditinggalkan," ungkap lembaga tersebut.

Penulis :
Arian Mesa