
Pantau - Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan sepakat untuk memastikan keberlanjutan pelaksanaan Program House of Indonesiana, hasil kemitraan budaya kedua negara yang diperbarui pada 28 Juli 2025.
Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan bilateral antara Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dan Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, Chae Hwi-young, yang berlangsung di Gyeongju, Korea Selatan.
"Kami sepakat untuk mendorong implementasi dan memastikan keberlanjutan program ini," ujar Fadli Zon dalam pernyataannya.
Pelatihan Budaya dan Riset Sejarah Jadi Fokus Kolaborasi
Program House of Indonesiana mencakup pelatihan dan produksi konten budaya melalui pendirian pusat pelatihan di enam wilayah di Indonesia: Jakarta, Bali, Jambi, Makassar, Cirebon, dan Sikka.
Selain itu, pertemuan bilateral juga membahas pengembangan ekonomi kreatif, pelestarian warisan budaya, dan kerja sama dalam penelitian sejarah antara kedua negara.
Salah satu topik utama adalah peluang riset bersama atas temuan manik kaca dari era Dinasti Silla di Gyeongju, yang diduga berasal dari wilayah Nusantara pada abad ke-7 Masehi.
Temuan arkeologis ini dipandang sebagai awal dari proyek kerja sama yang lebih luas, termasuk kemungkinan pengajuan sebagai warisan budaya takbenda UNESCO.
Korea Selatan Ingin Perkuat Kehadiran Budaya di Indonesia
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Chae Hwi-young menyampaikan harapannya agar Pemerintah Indonesia mendukung kehadiran Korean Cultural Center dan King Sejong Institute di Tanah Air.
"Lembaga-lembaga ini diharapkan dapat menjadi jembatan dalam memperkuat literasi bahasa dan pemahaman budaya Korea di Indonesia, sejalan dengan meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap budaya Korea," ujarnya.
Pertemuan bilateral ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menuju APEC High-Level Dialogue on Cultural and Creative Industries 2025.
Kedua menteri menegaskan komitmen untuk memperluas ruang dialog budaya dan menciptakan peluang bagi generasi muda dari kedua negara.
Budaya akan dijadikan sebagai jembatan diplomasi yang inklusif dan berkelanjutan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti