
Pantau - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menegaskan bahwa partisipasi publik, khususnya dari masyarakat terdampak langsung, tetap menjadi syarat utama dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), meskipun terjadi perubahan regulasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja.
Sidang di MK, DPR Klarifikasi Perubahan Skema Amdal
Penegasan tersebut disampaikan dalam sidang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (18/9/2025).
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca I.P. Pandjaitan, dalam penyampaian keterangan resmi DPR menyatakan bahwa perubahan istilah dari izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan bukan merupakan bentuk pelemahan perlindungan lingkungan hidup.
Perubahan ini, menurutnya, justru merupakan penyempurnaan sistem perizinan agar lebih efektif dan efisien.
“Dengan adanya pengaturan ini, masyarakat yang terkena dampak langsung dipastikan mendapat prioritas dalam proses penyusunan Amdal. Hal itu karena mereka memiliki kepentingan hukum yang jelas, memahami kondisi lingkungan sekitar, dan mengalami langsung dampak kegiatan usaha,” ujarnya.
Skema baru ini mempertegas kewajiban pelibatan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 hingga Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.
KPA Dihapus, Diganti Tim Uji Kelayakan Berbasis Keahlian
Terkait penghapusan Komisi Penilai Amdal (KPA) dan penggantian dengan tim uji kelayakan lingkungan hidup, DPR menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan atas dasar pertimbangan efisiensi.
Sistem sebelumnya menghadapi sejumlah kendala, seperti:
- Beban kerja tinggi, hingga 1.500 dokumen Amdal per tahun
- Perbedaan standar penilaian antar daerah
- Tumpang tindih kewenangan yang memperlambat pengambilan keputusan
Tim uji kelayakan yang baru disusun dengan basis keahlian bersertifikat, sehingga proses penilaian Amdal diharapkan lebih objektif, seragam, dan efisien.
Sistem ini tetap membuka ruang bagi masyarakat pemerhati lingkungan, LSM, dan akademisi untuk menyampaikan saran dan pendapat dalam proses penilaian.
Hak Masyarakat Dijamin Konstitusi dan UU PPLH
DPR menekankan bahwa ketentuan mengenai hak dan peran serta masyarakat tidak dihapus, justru diperkuat sesuai dengan Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Konsultasi publik ditegaskan sebagai kewajiban hukum dalam penyusunan Amdal.
Masyarakat diminta untuk terlibat sejak tahap perencanaan, bukan hanya setelah dokumen Amdal disusun.
“Bahwa ketentuan mengenai hak dan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 77 Undang-Undang PPLH tidak mengalami perubahan melalui Undang-Undang Cipta Kerja,” tegas DPR RI.
Keseimbangan Antara Investasi dan Perlindungan Lingkungan
DPR menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dimaknai secara proporsional: masyarakat terdampak langsung menjadi pihak utama yang harus dilibatkan, sementara pemangku kepentingan lainnya tetap dapat berkontribusi melalui mekanisme yang tersedia.
Dengan penyesuaian sistem ini, DPR RI berharap dapat mengakhiri polemik terkait dugaan pengabaian partisipasi publik dalam Amdal.
Sistem baru dinilai lebih berimbang antara kepastian hukum bagi dunia usaha dan perlindungan lingkungan hidup bagi masyarakat.
- Penulis :
- Aditya Yohan