
Pantau - Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah, yang merevisi Perpres Nomor 109 Tahun 2024.
Dalam lampiran Perpres tersebut, muncul istilah "Ibu Kota Politik" yang dikaitkan dengan keberadaan Ibu Kota Negara (IKN) dan direncanakan akan dimulai pada tahun 2028.
Penyebutan istilah baru ini memunculkan pertanyaan di kalangan legislatif, terutama dari Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin.
"Istilah 'Ibu Kota Politik' tidak ditemukan dalam Undang-Undang IKN," ungkapnya.
Khozin menegaskan bahwa semangat yang tertuang dalam Pasal 12 ayat (1) UU No 21 Tahun 2023 tentang IKN adalah menjalankan fungsi sebagai pusat pemerintahan.
"Di UU IKN spirit yang kita tangkap menjalankan fungsi pusat pemerintahan sebagaimana terdapat di Pasal 12 ayat (1) UU No 21 Tahun 2023 tentang IKN. Tidak ada sama sekali menyebut frasa Ibu Kota Politik," ia mengungkapkan.
Kekhawatiran Terhadap Implikasi Politik dan Hukum
Khozin menyatakan bahwa perlu diperjelas makna istilah "Ibu Kota Politik" dalam konteks hukum dan tata negara.
"Apakah Ibu Kota Politik sama dengan ibu kota negara? Ketika Ibu Kota Politik dimaknai sama dengan Ibu Kota Negara, maka ada konsekuensi politik dan hukum," ujarnya.
Ia menyinggung Pasal 39 ayat (1) UU No 3 Tahun 2022 tentang IKN, yang menyebutkan bahwa perpindahan ibu kota negara harus melalui penerbitan Keputusan Presiden.
"Implikasi politik dan hukum akan muncul ketika Ibu Kota Negara secara definitif pindah dari Jakarta ke IKN," jelasnya.
Khozin menambahkan bahwa jika penyebutan ini bermaksud menyamakan "Ibu Kota Politik" dengan "Ibu Kota Negara", maka seluruh cabang kekuasaan negara harus terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.
Keputusan tersebut juga akan mempengaruhi keberadaan lembaga-lembaga di luar pemerintah maupun lembaga internasional yang saat ini berada di Jakarta.
"Ketika Ibu Kota Negara definitif berpindah ke IKN, maka ada konsekuensi yang harus disiapkan dari sekarang, tidak hanya oleh pemerintah tetapi oleh lembaga di luar pemerintah termasuk lembaga internasional yang berada di Indonesia," tegasnya.
Usulan untuk Tidak Gunakan Istilah Baru
Meski demikian, Khozin membuka kemungkinan bahwa istilah "Ibu Kota Politik" hanya dimaksudkan sebagai pusat pemerintahan, sesuai dengan pengaturan dalam UU IKN.
Jika demikian, ia menyarankan agar tidak menggunakan istilah baru yang dapat menimbulkan kebingungan di tengah publik.
"Jika yang dimaksud ibu kota politik itu tak lain adalah pusat pemerintahan, sebaiknya tak perlu buat istilah baru yang menimbulkan tanya di publik," pungkasnya.
- Penulis :
- Shila Glorya