
Pantau - Komisi I DPR RI menegaskan pentingnya percepatan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi penyiaran saat ini.
Platform Digital Harus Diatur Demi Keadilan
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menyatakan bahwa perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Penyiaran merupakan kebutuhan mendesak.
"Undang-undang (penyiaran yang) lama (substansinya) masih sangat (berfokus pada soal) analog. Padahal sekarang kita sudah masuk ke era siaran digital. Maka, pengaturan mengenai penyiaran berbasis platform digital harus diakomodasi dalam revisi ini," ungkapnya kepada Parlementaria, usai memimpin kunjungan kerja Panja RUU Penyiaran Komisi I DPR RI di Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung, Rabu, 24 September 2025.
Ia menekankan bahwa platform digital berkembang tanpa pengawasan yang sepadan, sementara televisi dan radio masih tunduk pada aturan ketat dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Dalam kunjungan tersebut, DPR RI juga membahas potensi ketidakadilan antara media konvensional dan digital jika tidak segera diatur dalam undang-undang.
Revisi UU Penyiaran kini telah resmi masuk dalam daftar Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 sebagai usul inisiatif dari DPR RI.
Perlindungan Anak dan Penguatan KPI Jadi Fokus
Sukamta menjelaskan bahwa draf RUU Penyiaran yang sedang dibahas memuat lebih dari 122 pasal, yang mengatur mulai dari definisi penyiaran, kelembagaan, hingga mekanisme pengawasan.
"Salah satu isu krusial adalah terkait penguatan peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan pembagian kewenangan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk pengawasan konten digital," jelasnya.
Selain soal kelembagaan, RUU ini juga memberi perhatian serius terhadap perlindungan anak dari konten yang tidak sesuai usia, seperti kekerasan dan materi yang bertentangan dengan nilai moral bangsa.
Sukamta menambahkan bahwa revisi ini merupakan upaya keempat setelah sempat tertunda dalam beberapa periode sebelumnya.
Ia berharap proses kali ini dapat selesai sebelum masa reses DPR RI agar Indonesia segera memiliki regulasi penyiaran yang adaptif dan melindungi kepentingan publik.
Ia juga membuka ruang partisipasi publik dan berharap adanya masukan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), dan televisi lokal.
Menurutnya, masukan dari daerah sangat penting untuk memperkuat industri penyiaran lokal dan meningkatkan kualitas konten siaran di seluruh Indonesia.
"Harapannya, sebelum reses, naskah ini sudah selesai. Kalau sudah jadi, tentu akan kami bagikan ke media agar teman-teman mendapatkan naskah asli hasil kerja Komisi I DPR RI," ujarnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan