Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Udara Jakarta Masuk 15 Besar Terburuk Dunia, DLH Siapkan 1.000 Sensor untuk Tingkatkan Pemantauan

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Udara Jakarta Masuk 15 Besar Terburuk Dunia, DLH Siapkan 1.000 Sensor untuk Tingkatkan Pemantauan
Foto: (Sumber: Masyarakat menggunakan masker untuk menghindari polusi udara di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023). (ANTARA/Siti Nurhaliza).)

Pantau - Situs pemantau kualitas udara dunia, IQAir, mencatat bahwa kualitas udara di DKI Jakarta pada Selasa pagi, 30 September 2025, berada di peringkat kesebelas terburuk secara global.

Berdasarkan data pemantauan pukul 06.25 WIB, Jakarta mencatat indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) sebesar 113.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di Ibu Kota termasuk dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif, dengan konsentrasi particulate matter (PM2.5) yang cukup tinggi.

"Pakai masker, udara Jakarta tidak sehat bagi kelompok sensitif," imbau IQAir dalam laporannya.

Tertinggal dari Lahore, Dhaka, dan Delhi

Pada hari yang sama, tiga kota dengan kualitas udara terburuk versi IQAir adalah:

  • Lahore, Pakistan, dengan AQI 198 (peringkat pertama)
  • Dhaka, Bangladesh, dengan AQI 165 (peringkat kedua)
  • Delhi, India, dengan AQI 152 (peringkat ketiga)

Meski Jakarta tidak berada di tiga besar, kondisi udara yang terus memburuk menjadi perhatian serius.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan tengah mengembangkan sistem pemantauan dan penanganan kualitas udara yang lebih canggih.

Jakarta saat ini memiliki 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), jumlah ini meningkat drastis dari hanya 5 unit sebelumnya.

"Ke depan, kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat," ungkap Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, pada 18 Maret 2025.

Target Tambah Sensor dan Kembangkan Sistem Peringatan Dini

Asep menjelaskan bahwa keterbukaan data polusi udara merupakan langkah awal dalam penanganan yang lebih sistematis.

"Keterbukaan data merupakan langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa penyampaian informasi polusi udara kepada publik harus lebih transparan agar upaya intervensi dapat dilakukan secara tepat.

"Intervensi yang dibutuhkan bukan hanya bersifat sesaat, tetapi berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara," jelasnya.

DLH DKI Jakarta juga menargetkan untuk menambah 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) guna memperluas jangkauan pemantauan secara real-time di seluruh wilayah Jakarta.

Dalam rangka memperkuat upaya tersebut, DLH juga mengembangkan sistem peringatan dini polusi udara sebagai bentuk kesiapsiagaan terhadap lonjakan polutan.

Selain itu, sejumlah inisiatif turut digulirkan, seperti dukungan terhadap Car Free Day (CFD) di lima wilayah Jakarta dan penyemprotan kabut di ruas-ruas jalan seperti Fatmawati-TB Simatupang untuk menekan kadar polusi.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti