Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Parlemen Didorong Ambil Peran Strategis Percepat Transisi Energi Hadapi Krisis Iklim

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Parlemen Didorong Ambil Peran Strategis Percepat Transisi Energi Hadapi Krisis Iklim
Foto: Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno (sumber: MPR)

Pantau - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan parlemen harus mengambil peran strategis dalam mempercepat transisi energi dan aksi iklim nyata untuk menghadapi dampak krisis iklim yang semakin luas.

Krisis Iklim Kian Nyata

Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, khususnya batu bara, karena 60 persen kebutuhan listrik nasional masih bersumber dari batu bara.

Eddy menyoroti kondisi polusi udara yang semakin parah akibat kombinasi emisi dari transportasi, industri, dan rumah tangga.

"Di radius 150 km dari Jakarta saja terdapat enam PLTU batubara. Di sisi lain, saat ini kita menghadapi polusi udara yang serius termasuk diantaranya bersumber dari emisi transportasi, industri, dan rumah tangga," ungkapnya di Jakarta, Rabu.

Ia menegaskan bahwa kondisi saat ini tidak bisa lagi disebut sekadar perubahan iklim, melainkan sudah masuk kategori krisis iklim.

"Krisis iklim adalah kenyataan yang dampaknya sudah kita rasakan: suhu udara meningkat, kualitas udara memburuk, dan fenomena alam tidak lagi terprediksi. Kita harus bergerak cepat dengan manajemen krisis juga," tegas Eddy.

Potensi Energi Terbarukan dan Payung Hukum

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar, mulai dari tenaga surya, air, panas bumi, hingga arus laut, namun potensi tersebut belum tergarap maksimal.

Di sisi lain, Indonesia masih harus mengimpor sekitar 1 juta barel minyak setiap hari, sehingga ketahanan energi nasional dinilai rentan.

Eddy menyambut baik masuknya RUU Pengelolaan Perubahan Iklim ke dalam Prolegnas Prioritas 2026.

Menurutnya, langkah tersebut menjadi bentuk dukungan terhadap komitmen Presiden Prabowo dalam mewujudkan ketahanan energi melalui aksi iklim yang konsisten serta transisi bertahap dari energi fosil ke energi terbarukan.

"Kita membutuhkan payung hukum yang kuat agar mitigasi dan adaptasi iklim berjalan konsisten, termasuk perlindungan bagi masyarakat yang terdampak," ujarnya.

Penulis :
Arian Mesa