Tampilan mobile
FLOII Event 2025
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Akan Prioritaskan Perlindungan HAM Terpidana

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Akan Prioritaskan Perlindungan HAM Terpidana
Foto: Tangkapan layar - Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) dalam acara Uji Publik RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu 8/10/2025 (sumber: ANTARA/YouTube/ditjenppkemenkum)

Pantau - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati disusun untuk memberikan jaminan perlindungan bagi terpidana mati dengan berlandaskan pada prinsip hak asasi manusia.

Landasan dan Tujuan RUU

Eddy, sapaan akrab Edward, menjelaskan bahwa prinsip hak asasi manusia yang menjadi dasar penyusunan RUU tersebut bersumber dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati ini akan menggantikan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 yang selama ini menjadi pedoman dalam pelaksanaan pidana mati baik di pengadilan umum maupun militer.

RUU tersebut juga telah dimasukkan ke dalam prioritas pembahasan tahun 2025 melalui Keputusan DPR RI Nomor 23/DPR RI/I/2025-2026 tentang Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2025–2029 dan Perubahan Kedua Prolegnas Prioritas Tahun 2025.

Wakil Menteri Hukum menyampaikan bahwa setelah proses pembahasan dan mendapatkan paraf dari kementerian atau lembaga terkait, rancangan undang-undang ini akan segera diajukan ke Presiden bersamaan dengan Undang-Undang Penyesuaian Pidana.

Pembaruan dan Metode Pelaksanaan

Eddy mengungkapkan adanya sejumlah pembaruan dalam RUU ini, terutama terkait hak, kewajiban, dan syarat bagi terpidana mati.

Hak-hak terpidana mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mencakup hak untuk bebas dari penggunaan alat pengekangan berlebihan, memperoleh hunian yang layak, menjalin komunikasi dengan keluarga atau kerabat setelah penetapan pelaksanaan pidana mati, serta mengajukan tempat pelaksanaan dan tata cara penguburan.

Syarat pelaksanaan pidana mati antara lain apabila selama masa percobaan terpidana tidak menunjukkan sikap terpuji, tidak memiliki harapan untuk diperbaiki, atau telah memasuki masa tunggu eksekusi.

Selain itu, pidana mati dilaksanakan apabila terpidana telah mengajukan grasi dan grasi tersebut ditolak, serta dalam kondisi sehat secara fisik.

Eddy juga menyebutkan adanya pertimbangan alternatif metode eksekusi selain tembak mati, seperti melalui suntikan atau kursi listrik.

"Secara ilmiah, metode yang bisa dipertimbangkan adalah cara yang menimbulkan kematian paling cepat, baik dengan kursi listrik, tembak mati, maupun injeksi," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa pernah muncul usulan untuk memberikan pilihan bagi terpidana terkait cara pelaksanaan hukuman mati, dan hal itu masih dapat didiskusikan lebih lanjut.

Penulis :
Leon Weldrick