FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kualitas Udara Jakarta Tak Sehat bagi Kelompok Sensitif, Warga Diminta Pakai Masker

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Kualitas Udara Jakarta Tak Sehat bagi Kelompok Sensitif, Warga Diminta Pakai Masker
Foto: (Sumber: Arsip Foto - Masyarakat menggunakan masker untuk menghindari polusi udara di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023). (ANTARA/Siti Nurhaliza).)

Pantau - Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir, kualitas udara di DKI Jakarta pada Jumat pagi (10 Oktober 2025) berada di peringkat ke-13 terburuk di dunia dan masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.

Indeks AQI Jakarta 102, Warga Diimbau Waspada

Pada pukul 06.10 WIB, indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) Jakarta tercatat di angka 102.

Kategori ini menunjukkan bahwa udara tidak sehat bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita gangguan pernapasan.

Parameter utama dalam penilaian kualitas udara ini adalah partikel halus PM 2.5 yang bisa menembus saluran pernapasan dan masuk ke aliran darah.

Tiga kota dengan kualitas udara terburuk di dunia saat itu adalah Kolkata, India (AQI 174), Lahore, Pakistan (AQI 170), dan Hanoi, Vietnam (AQI 161).

Mengingat kondisi udara yang tidak ideal, masyarakat Jakarta terutama kelompok rentan diimbau untuk menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.

Jakarta Tambah Sensor, Targetkan Pemantauan Akurat

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, dalam pernyataannya pada 18 Maret 2025, menyebut bahwa Jakarta akan meniru langkah-langkah kota besar dunia seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara.

Ia mencontohkan bahwa Bangkok telah memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), dan Paris memiliki 400 SPKU.

Sementara itu, Jakarta saat ini baru memiliki 111 SPKU, meski sudah meningkat tajam dari sebelumnya hanya lima unit.

Penambahan jumlah SPKU ini bertujuan agar intervensi terhadap polusi udara dapat dilakukan secara lebih cepat dan akurat.

Asep menegaskan bahwa keterbukaan data merupakan komponen penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis.

"Data polusi udara harus disampaikan secara terbuka agar intervensi bisa lebih efektif," ujarnya.

Ia juga menyatakan bahwa penanganan pencemaran udara membutuhkan langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa, bukan hanya respons sesaat.

DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) guna memperluas dan meningkatkan akurasi pemantauan.

Dengan sistem pemantauan yang lebih luas dan data yang lebih akurat, diharapkan kebijakan pengendalian dan pencegahan polusi udara bisa lebih tepat sasaran dan berdampak jangka panjang.

Penulis :
Aditya Yohan