
Pantau - Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini, menyoroti kondisi keuangan proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) yang dinilai semakin membebani konsorsium BUMN dan mitra asing akibat tingginya utang, serta belum adanya kejelasan pembiayaan jangka panjang.
Proyek KCIC, yang digagas sebagai simbol kemajuan infrastruktur nasional, sejak awal tidak didanai langsung oleh pemerintah, melainkan melalui skema konsorsium antara badan usaha milik negara (BUMN) dan pihak asing.
"Kondisinya memang sangat berat bagi BUMN dan korporasi. Dari awal pembentukannya saja sudah tidak di-handle langsung oleh negara, dan sekarang utangnya sudah besar sekali. Kita belum tahu sampai kapan bisa terbayarkan," ungkap Anggia.
Pemerintah Diminta Cari Skema Pembiayaan Alternatif
Anggia menegaskan pentingnya perhatian serius dari pemerintah agar proyek ini tidak menimbulkan kerugian jangka panjang bagi negara maupun menghambat kinerja BUMN.
Ia mendorong agar kementerian/lembaga, khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, segera mencari solusi pembiayaan yang tidak membebani satu pihak secara berlebihan.
"Menteri (Kepala BP) BUMN sudah menyampaikan akan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Kalau Kementerian Keuangan tetap tidak ingin membiayai proyek ini melalui APBN, maka perlu dicari skema alternatif. Kita diskusikan dulu supaya jelas dan tidak merugikan negara," jelasnya.
Menurutnya, solusi pembiayaan harus seimbang antara kepentingan nasional dan keberlanjutan usaha BUMN.
"Kita ingin negara tidak dirugikan, BUMN tetap berkembang dengan baik, dan cita-cita untuk memiliki korporasi besar yang bisa menghasilkan dividen besar bagi negara juga tetap bisa terwujud," ujarnya.
Perluasan ke Surabaya Harus Dihitung Cermat
Selain soal pembiayaan, Komisi VI juga menyoroti wacana perluasan proyek KCIC hingga ke Surabaya.
Anggia mengingatkan bahwa perluasan rute harus didahului dengan kajian menyeluruh, mengingat proyek Jakarta–Bandung sendiri sudah menelan biaya besar dan menghadapi tantangan dalam pengembalian investasi.
"Kalau pun nanti proyek ini diperluas sampai Surabaya, semuanya harus dihitung benar-benar. Pengalaman dari KCIC Jakarta–Bandung harus dijadikan pelajaran supaya tidak mengulang kesalahan yang sama," tegasnya.
Secara ekonomi, jalur Jakarta–Surabaya dinilai lebih menjanjikan dari sisi jumlah penumpang dan arus logistik.
Namun, tingginya nilai investasi membuat proyek ini sangat berisiko apabila tidak dirancang dengan perencanaan matang.
"Jakarta–Surabaya memang menjanjikan, tapi karena investasinya besar sekali, maka semua harus diperhitungkan secara cermat. Jangan sampai nanti negara rugi dan BUMN juga rugi," katanya.
Komisi VI DPR juga menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada pemaparan resmi dari Kementerian Perhubungan maupun pihak BUMN terkait rencana perluasan jalur.
"Kita belum mendengar secara detail, ini baru sebatas rumor. Kalau nanti sudah ada rencana resmi, kita akan diskusi dan bedah bersama supaya keputusan diambil berdasarkan perhitungan yang matang," pungkasnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf