billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Targetkan PLTN Beroperasi 2032, Wamen ESDM Tegaskan Peran Strategis Energi Nuklir dalam Transisi Energi

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Pemerintah Targetkan PLTN Beroperasi 2032, Wamen ESDM Tegaskan Peran Strategis Energi Nuklir dalam Transisi Energi
Foto: Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menjadi pembicara kunci pada acara Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Executive Meeting dan Penganugerahan BAPETEN Award 2025 yang digelar di Jakarta, Senin 27/10/2025 (sumber: ESDM)

Pantau - Pemerintah menegaskan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) kini menjadi bagian strategis dalam rencana transisi energi nasional, bukan lagi sebagai opsi terakhir.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa PLTN memiliki potensi besar untuk memperkuat ketahanan energi nasional ke depan.

"PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional," ungkapnya dalam pernyataan resmi.

Visi Jangka Panjang dan Dasar Hukum Pengembangan PLTN

Yuliot menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki visi pengembangan tenaga nuklir sejak awal tahun 1960-an.

Sebagai langkah awal, pemerintah telah membangun tiga reaktor riset, yaitu Reaktor Triga di Bandung berkapasitas 2 MW, Reaktor Kartini di Yogyakarta berkapasitas 100 kW, dan Reaktor Serpong di Tangerang Selatan dengan kapasitas 30 MW.

Pengembangan energi nuklir juga telah memiliki payung hukum yang kuat, termasuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.

"Seluruh dokumen tersebut menegaskan komitmen Indonesia untuk mengoperasikan PLTN pertama pada tahun 2032 dan mencapai kapasitas 44 GW pada tahun 2060," ia mengungkapkan.

Dari total kapasitas tersebut, sekitar 35 GW akan digunakan untuk kebutuhan listrik umum, sementara 9 GW akan dimanfaatkan untuk mendukung produksi hidrogen nasional.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang sama, pemerintah menargetkan porsi energi nuklir dalam bauran energi nasional sebesar 5 persen pada tahun 2030 dan meningkat menjadi 11 persen pada tahun 2060.

Tantangan dan Mitigasi Keamanan Operasional

Namun, Yuliot juga mengakui bahwa pengembangan PLTN di Indonesia tidak lepas dari berbagai tantangan besar.

Beberapa kendala utama adalah biaya investasi yang tinggi dan durasi pembangunan yang panjang.

Satu unit PLTN diperkirakan memerlukan dana hingga 3,8 miliar dolar AS, dengan masa konstruksi yang diperkirakan mencapai 4 hingga 5 tahun.

Selain itu, kekhawatiran masyarakat terhadap potensi risiko bencana alam menjadi perhatian utama dalam pengembangan PLTN di tanah air.

Pemerintah berkomitmen untuk memastikan mitigasi risiko secara maksimal serta melakukan pengawasan ketat dalam seluruh tahapan operasional PLTN.

Pemerintah juga akan memperkuat kerja sama internasional guna menjamin keamanan teknologi dan pengoperasian PLTN melalui koordinasi dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

Penulis :
Shila Glorya