
Pantau - Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2025 naik menjadi 51,2 poin, mencerminkan ekspansi industri yang berlanjut di tengah tekanan ekonomi global.
Kenaikan ini sebesar 0,8 poin dari posisi 50,4 pada September 2025, menurut data resmi yang dirilis oleh S&P Global.
Peningkatan tersebut memperpanjang tren ekspansi manufaktur selama tiga bulan berturut-turut sejak Agustus 2025.
Komponen PMI Tunjukkan Sinyal Positif
Berdasarkan komponen pembentuk PMI, pesanan baru (new orders) meningkat dari 51,7 menjadi 52,3 poin, sementara tingkat ketenagakerjaan naik dari 50,7 ke 51,3 poin.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kenaikan ini menunjukkan semakin kuatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi dalam negeri.
"Kita melihat adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada laju tercepat sejak Mei 2025. Ini sinyal baik karena aktivitas industri kembali mendorong penciptaan lapangan kerja", ungkapnya.
Sementara itu, aktivitas produksi tetap berada di level 50, yang menandakan stabilitas produksi sejalan dengan permintaan pasar.
Sebagian pelaku industri menggunakan stok barang jadi untuk memenuhi kenaikan permintaan, menyebabkan persediaan barang jadi mengalami sedikit penurunan.
Menperin juga menegaskan bahwa peningkatan kinerja industri nasional merupakan bukti ketahanan sektor manufaktur Indonesia menghadapi situasi global yang penuh tekanan.
"Walaupun ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri kita", ia mengungkapkan.
Indonesia Masih di Zona Ekspansi, Kemenperin Andalkan IKI
PMI manufaktur ASEAN juga mencatatkan kenaikan ke angka 51,6 pada Oktober 2025.
Indonesia dengan PMI 51,2 masih berada dalam zona ekspansi bersama Thailand (56,6), Vietnam (54,5), dan Myanmar (53,1).
Namun demikian, S&P Global juga mencatat adanya inflasi harga input tertinggi dalam delapan bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku.
Meski demikian, produsen membatasi kenaikan harga jual agar tetap kompetitif.
Menperin menekankan bahwa PMI bukan satu-satunya indikator yang digunakan Kementerian Perindustrian dalam menilai kondisi sektor manufaktur.
"PMI bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut didasarkan pada sampel industri lebih sedikit dibanding sampel IKI", jelasnya.
Kemenperin menggunakan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) sebagai alat ukur utama karena dianggap lebih akurat dan representatif terhadap kinerja sektor manufaktur nasional.
Pada Oktober 2025, IKI tercatat di level 53,5 poin.
"Selain itu PMI S&P Global belum cukup detail menggambarkan kondisi subsektor industri. Padahal, dinamika tiap subsektor industri berbeda-beda. Kemenperin menggunakan data IKI membaca situasi makro industri dan merumuskan kebijakan. Data PMI bukan data utama kami dalam membaca situasi terkini manufaktur dan juga dalam perumusan kebijakan", tambah Menperin.
Kemenperin menegaskan akan terus memantau indikator-indikator utama sebagai dasar penyusunan kebijakan industri, sembari memperkuat iklim usaha dan mendorong transformasi industri yang hijau dan berkelanjutan.
"Kami optimistis sektor manufaktur akan tetap menjadi motor penggerak utama ekonomi nasional. Kemenperin terus memastikan iklim usaha kondusif, memperkuat daya saing, dan mendorong transformasi menuju industri hijau dan berkelanjutan", tutup Agus Gumiwang.
- Penulis :
- Shila Glorya








