Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR RI Tegaskan Kepastian Hukum dalam UU Kepailitan dan UU Minerba di Sidang Mahkamah Konstitusi

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

DPR RI Tegaskan Kepastian Hukum dalam UU Kepailitan dan UU Minerba di Sidang Mahkamah Konstitusi
Foto: Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding saat menyampaikan keterangannya dalam Sidang Pleno MK yang disampaikan secara virtual di Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, Selasa 11/11/2025 (sumber: DPR RI)

Pantau - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan keterangannya dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi pada Selasa, 11 November 2025, terkait dua perkara pengujian materiil, yaitu Perkara Nomor 181/PUU-XXIII/2025 mengenai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU serta Perkara Nomor 182/PUU-XXIII/2025 mengenai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025.

DPR RI Pertahankan Konstitusionalitas Pasal 292 UU Kepailitan

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyatakan bahwa Pasal 292 Undang-Undang Kepailitan telah disusun secara konstitusional dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, baik kreditor maupun debitur.

"Keadaan insolvensi terjadi otomatis ketika perdamaian ditolak, tidak disetujui, atau dibatalkan oleh pengadilan," ungkapnya, menjelaskan bahwa tidak ada kekosongan hukum dalam pasal tersebut.

Ia menilai permasalahan yang disampaikan oleh pemohon tidak berkaitan dengan konstitusionalitas pasal, melainkan pada implementasi norma di lapangan.

Menurutnya, Pasal 292 justru memberikan kepastian hukum bagi kurator dan kreditor dalam proses pemberesan harta pailit.

Perkara Nomor 181/PUU-XXIII/2025 sendiri diajukan oleh Sandi Ebenezer Situngkir dan disidangkan perdana pada 10 Oktober 2025.

Pemohon menilai bahwa Penjelasan Pasal 292 menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyatakan bahwa putusan pailit mengakibatkan harta debitur langsung berada dalam keadaan insolvensi, tanpa kejelasan waktu dimulainya kondisi tersebut.

Simeon Fernandes Marolop, selaku kuasa hukum pemohon, menyampaikan bahwa frasa "tidak dapat ditawarkan suatu perdamaian" dalam penjelasan pasal itu menyebabkan debitur berada dalam insolvensi secara otomatis, namun tidak dijelaskan secara rinci kapan kondisi tersebut dimulai.

Pemohon juga menyatakan ketentuan itu memengaruhi akurasi kurator dalam menentukan waktu pemberesan harta pailit serta hak kreditor separatis, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 159 ayat (1) UU Kepailitan, yang mewajibkan eksekusi dalam waktu dua bulan sejak insolvensi.

Pemohon menilai ketidaksesuaian antara Penjelasan Pasal 292 dengan Pasal 178 yang secara eksplisit menyebut tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya insolvensi.

DPR RI Nilai Permohonan Uji UU Minerba Tidak Relevan

Dalam sidang perkara Nomor 182/PUU-XXIII/2025, DPR RI menanggapi permohonan pengujian terhadap Pasal 119 huruf c UU Minerba yang mengatur pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi perusahaan yang dinyatakan pailit.

Sudding menyatakan bahwa pencabutan tersebut merupakan bentuk pengawasan administratif negara yang sah dan konstitusional.

"Pencabutan izin tambang merupakan bentuk contrarius actus, yakni kewenangan pemerintah untuk mencabut izin yang telah diberikan," ia menegaskan.

Ia menjelaskan bahwa izin usaha pertambangan merupakan bentuk izin publik dari negara, bukan harta kebendaan, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam boedel pailit maupun diperjualbelikan dalam proses kepailitan.

DPR RI juga menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak relevan karena ketentuan yang diuji telah diperbarui melalui UU Nomor 3 Tahun 2020 dan UU Nomor 2 Tahun 2025.

DPR menilai bahwa pemohon keliru karena menguji pasal yang secara hukum telah diperbarui dan diganti substansinya.

Lebih lanjut, DPR menyampaikan bahwa norma baru dalam UU Minerba justru memperkuat peran negara dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, memberikan kepastian bagi investasi, serta menjamin kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.

DPR menegaskan komitmennya untuk terus menghormati proses persidangan di Mahkamah Konstitusi serta memastikan setiap undang-undang memiliki dasar konstitusional yang kuat dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.

Penulis :
Shila Glorya