Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Peneliti TII Nilai Pemisahan Jadwal Pemilu 2029 Dapat Tingkatkan Efisiensi dan Kualitas Demokrasi

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Peneliti TII Nilai Pemisahan Jadwal Pemilu 2029 Dapat Tingkatkan Efisiensi dan Kualitas Demokrasi
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Seorang siswa memasukkan surat suara ke dalam kotak suara usai mencoblos dalam proses pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS dengan sistem Pemilihan Umum (Pemilu) di SLB Negeri Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (4/11/2025).ANTARA FOTO/Makna Zaezar/tom/rwa..)

Pantau - Peneliti The Indonesian Institute (TII), Center for Public Policy Research, Arfianto Purbolaksono menilai bahwa pemisahan jadwal pemilihan umum (pemilu) dapat meningkatkan efisiensi serta memperkuat kapasitas kelembagaan penyelenggara negara pada Pemilu Serentak 2029.

Efisiensi Penyelenggaraan dan Fokus Pemilih

Arfianto menjelaskan bahwa pada Pemilu Serentak 2019 dan 2024, beban administratif penyelenggara sangat berat dan berisiko tinggi.

“Dengan pemisahan jadwal pemilu, beban kerja penyelenggara di lapangan dapat berkurang secara signifikan,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa pemisahan jadwal juga dapat mengurangi tekanan berat yang dialami petugas pemilu seperti pada dua pemilu serentak sebelumnya.

Dari sisi partisipasi politik, Arfianto menilai pemisahan jadwal memberi kesempatan bagi pemilih untuk menentukan pilihan secara lebih fokus dan rasional.

Kondisi tersebut, menurutnya, ideal untuk meningkatkan kualitas representasi politik di Indonesia.

Namun, kebijakan ini tetap memiliki sejumlah tantangan seperti beban fiskal yang meningkat, kompleksitas logistik dan pengadaan perlengkapan pemilu, serta ketidakpastian hukum akibat belum direvisinya Undang-Undang Pemilu oleh DPR.

Tantangan dan Rekomendasi Penguatan Demokrasi

Arfianto menyoroti bahwa komunikasi politik di Indonesia masih terpusat dan belum mampu memaksimalkan partisipasi publik di daerah.

“Keberhasilan penerapan kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan penyelenggara pemilu dan aktor politik dalam membangun pendidikan politik berkelanjutan serta strategi komunikasi publik yang inklusif,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa tanpa pendidikan politik yang kuat dan komunikasi menyeluruh, pemisahan jadwal justru bisa menciptakan jarak antara pemilih dan proses politik di daerah.

Menurut Arfianto, kebijakan pemisahan jadwal pemilu tidak boleh dipandang sekadar sebagai perubahan teknis, melainkan sebagai momentum memperbaiki tata kelola demokrasi elektoral.

Dalam publikasi TII berjudul Menilik Putusan MK tentang Pemisahan Jadwal Pemilu, lembaga tersebut merekomendasikan tujuh langkah strategis agar kebijakan ini benar-benar memperkuat demokrasi, yaitu penguatan kapasitas kelembagaan penyelenggara pemilu, penerapan sistem anggaran multiyears, revisi komprehensif Undang-Undang Pemilu dan Pilkada, serta pengembangan strategi komunikasi publik dan pendidikan pemilih jangka panjang.

Selain itu, TII juga mendorong peningkatan partisipasi kelompok rentan, transparansi dalam pengawasan, serta pemanfaatan jeda waktu antar-pemilu untuk memperkuat pendidikan politik di tingkat lokal.

Arfianto menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut penting agar pemisahan jadwal pemilu benar-benar menjadi sarana penguatan sistem demokrasi dan bukan sekadar perubahan administratif.

Penulis :
Ahmad Yusuf