Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPD RI Desak Evaluasi Layanan Kesehatan Papua Usai Ibu Hamil dan Bayinya Meninggal Setelah Ditolak Rumah Sakit

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

DPD RI Desak Evaluasi Layanan Kesehatan Papua Usai Ibu Hamil dan Bayinya Meninggal Setelah Ditolak Rumah Sakit
Foto: (Sumber : Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma saat ditemui awak media di Manokwari, Papua Barat. ANTARA/Fransiskus Salu Weking..)

Pantau - Komite III DPD RI mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera mengevaluasi sistem layanan kesehatan di Provinsi Papua, menyusul kasus meninggalnya seorang ibu hamil, Irene Sokoy, bersama bayinya setelah ditolak oleh sejumlah rumah sakit.

Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menegaskan bahwa kasus ini harus diselidiki secara khusus dan tuntas.

"Saya sangat prihatin dengan kejadian ini. Peristiwa ini harus diselidiki secara khusus," ungkapnya.

Ia menyatakan bahwa investigasi menyeluruh perlu dilakukan dengan melibatkan keterangan dari keluarga korban serta pihak manajemen rumah sakit untuk mengetahui akar persoalan secara objektif.

Filep menegaskan bahwa rumah sakit tidak diperbolehkan menolak pasien dalam kondisi kritis, bahkan meski pasien tidak memiliki identitas resmi.

"Rumah sakit tidak boleh menolak pasien dalam kondisi kritis, bahkan tanpa KTP sekalipun," ia mengungkapkan.

Korban Orang Asli Papua, Harusnya Dapat Prioritas

Filep menjelaskan bahwa korban merupakan Orang Asli Papua (OAP) yang memiliki hak atas layanan kesehatan prioritas sebagaimana diatur dalam kebijakan Otonomi Khusus (otsus).

Menurutnya, tindakan penolakan yang dialami Irene Sokoy mencerminkan kegagalan dalam tata kelola layanan kesehatan dasar, khususnya bagi kelompok rentan.

"Dalam kasus ini pasien adalah warga Papua yang semestinya mendapat pelayanan kesehatan tanpa hambatan. Kita kehilangan dua nyawa, ibu dan bayi," ujarnya.

Ia juga merinci sejumlah kendala yang menyebabkan korban tidak tertolong, seperti keterbatasan dokter spesialis, ruang kelas III BPJS yang penuh, kendala biaya kamar VIP, hingga pasien yang harus berpindah-pindah rumah sakit.

Filep mengutip Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan yang layak.

Ia meminta pemerintah daerah memprioritaskan anggaran untuk mendukung transformasi layanan kesehatan yang cepat, terukur, adil, dan tidak berbelit-belit.

"Kelompok rentan seperti ibu hamil, balita, lansia, dan penyandang disabilitas, harus memperoleh pelayanan yang manusiawi dan nondiskriminatif," tegasnya.

Filep berharap Kemenkes dan pemerintah daerah Papua segera mencari solusi konkret agar kejadian serupa tidak terulang.

Kronologi Penolakan yang Berujung Tragedi

Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Sentani, meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya pada Senin, 17 November.

Sehari sebelumnya, Minggu, 16 November, ia dibawa oleh keluarga ke RSUD Yowari karena akan melahirkan.

Dokter di RSUD Yowari menyarankan operasi dan merujuk Irene ke RS Dian Harapan.

Namun, setelah dari RS Dian Harapan, pasien terus dirujuk ke RSUD Abepura dan kemudian ke RS Bhayangkara tanpa mendapat penanganan medis.

Karena belum juga tertangani, Irene kemudian dirujuk ke RSUD Jayapura.

Dalam perjalanan menuju RSUD Jayapura, Irene mengalami kejang, sehingga ambulans memutuskan kembali ke RS Bhayangkara.

Setibanya di RS Bhayangkara, tim medis melakukan tindakan resusitasi (CPR), namun nyawa Irene dan bayinya tidak berhasil diselamatkan.

Penulis :
Aditya Yohan