
Pantau.com - Anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih mengaku kecewa karena tidak diberikan status saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Dalam perkara ini Eni dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima menerima Rp10,35 miliar 40 ribu dolar Singapura dari pengusaha yang bergerak di bidang energi dan tambang.
JPU KPK juga menuntut pidana tambaham berupa pembayaran uang sejumlah Rp10,35 miliar ditambah 40 ribu dolar Singapura. Eni sudah mengembalikan total Rp4,05 miliar kepada KPK.
Baca juga: Terdakwa Suap PTLU Riau-1 Eni Saragih Dituntut Delapan Tahun Penjara
Selain itu, JPU KPK juga menuntut pencabutan hak Eni Saragih untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak Eni Maulani Saragih selesai menjalani pidana pokok.
"Bagaimana pelaku korupsi ini semakin habis? Saya menyampaikan apa adanya, membuka semuanya, tidak dilihat sama sekali itu yang meringankan. Saya mencoba mengembalikan walaupun saya sadar waktu itu ada penerimaan, pakai kuitansi. Saya tidak menyangka itu adalah suap dan saya juga menyampaikan di persidangan tapi tidak membuat jadi ringan," ujar Eni, seusai sidang di PN Tipikor, Rabu (6/2/2019).
Dalam surat tuntutan, JPU KPK menolak memberikan status "JC" karena menilai Eni sebagai pelaku utama.
"Terkait permohoan justice collaborator yang diajukan terdakwa kepada pimpinan KPK dapat kami sampaikan bahwa terdakwa cukup kooperatif mengakui perbuatannya di dalam proses persidangan sehingga membantu pentunt umum dalam membutkikan perkara ini. Namun, terdakwa selaku anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019 merupakan pelaku utama dalam perkara ini," tambah JPU Lie.
Padahal menurut Eni pihaknya sudah cukup kooperatif, menyampaikan semua yang ia rasakan dan dengar kepada KPK.
"Ini pembelajaran juga buat semua yang saya pikir, dengan saya kooperatif, dengan saya menyampaikan semua yang saya rasakan, saya pikir ini membuat jadi ringan. Saya juga mencoba buat mengembalikan semua, saya berharap itu menjadi ringan. Pokoknya semua jadi maksimal, saya kaget," ujarnya.
Ia pun tidak terima disebut sebagai pelaku utama dalam perkara ini. "Bagaimana saya pelaku utama kalau saya diperintah oleh ketua umum saya pada waktu itu? Bagaimana saya dibilang sebagai pelaku utama? Saya tidak punya saham di 'Blackgold dan Samantaka, saya hanya diperintah sebagai petugas partai," ungkap Eni.
Baca juga: Kembalikan Uang Gratifikasi ke KPK, Eni Saragih Masih 'Utang' Rp5,1 M
Ia pun berharap nota pembelaan (pledoi) yang akan disampaikan pada Selasa, 12 Februari 2019 dapat meringankan hukumannya.
"Saya akan berjuang pada pleidoi dan saya akan berjuang nanti dan mudah-mudahan hakim akan melihat ini semua dan mudah-mudahan keadilan. Saya minta, saya menyampaikan semua yang saya rasakan itu bukan berarti saya tidak merasa bersalah, tidak. Saya bilang saya juga merasa bersalah. Saya juga minta kepada majelis kemarin adili saya seadil-adilnya," tutur Eni.
Dalam perkara ini, Eni menerima suap sejumlah Rp4,75 miliar diperoleh dari Johanes Budisutrisno Kotjo karena membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi