Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

KPK Siap Dukung BPK Lawan Gugatan Sjamsul Nursalim di Kasus BLBI

Oleh Sigit Rilo Pambudi
SHARE   :

KPK Siap Dukung BPK Lawan Gugatan Sjamsul Nursalim di Kasus BLBI

Pantau.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan telah dua kali memanggil pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dalam penyelidikan kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Sehingga menurut KPK, jika terdapat sanggahan dari Nursalim terkait kasus itu bisa disampaikan langsung dalam pemeriksaan tersebut. Bukan justru melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang atas hasil audit BPK terkait kerugian negara dalam kasus SKK BLBI.

Baca juga: KPK Ungkap Alasan Belum Ada Tersangka Baru Kasus BLBI

"KPK justru sudah memberikan ruang bagi Sjamsul Nursalim untuk datang memenuhi permintaan keterangan di tahap penyelidikan sebanyak dua kali. Semestinya jika ada bantahan atau sangkalan dapat disampaikan di sana," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, jalan Kuningan Mulia, Jakarta Selatan, Senin, 25 Februari 2019.

Terkait gugatan tersebut, Febri menyampaikan KPK sudah berkoordinasi dengan BPK. KPK juga akan melakukan upaya-upaya yang sah secara hukum untuk memberikan dukungan terhadap BPK.

Febri menjelaskan hasil audit BPK dalam perhitungan kerugian negara terkait SKL pada Sjamsul Nursalim itu dilakukan berdasarkan permintaan KPK dalam proses penyidikan dengan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung (Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kini telah berstatus narapidana.

"Secara substansi, hasil pemeriksaan BPK tersebut dan auditor BPK yang diajukan sebagai ahli di persidangan dengan terdakwa Syafrudin Arsyad Tumenggung sudah diuji di Pengadilan Tipikor. Hingga Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah. Setidaknya sampai pada tingkat pengadilan banding, putusan hakim tersebut diperkuat dan bahkan hukuman terhadap terdakwa ditambah," tutur Febri.

Diketahui hasil audit BPK itu telah diserahkan ke KPK sejak 25 Agustus 2017. Berdasarkan hasil investigasi audit BPK disebutkan bahwa kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI, yakni BDNI, kepada BPPN seharusnya sebesar Rp 4,8 triliun.

Dari total nilai tersebut, Rp 1,1 triliun di antaranya berupa aset perusahaan dan dinilai suistanable serta telah ditagihkan kepada petani tambak, penerima bantuan tersebut. Sedangkan Rp 3,7 triliun sisanya, tidak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi yang masih menjadi kewajiban obligor dan belum ditagihkan.

Namun setelah dilakukan lelang oleh perusahaan pengelola aset (PPA) terhadap aset-aset tersebut ternyata nilainya tak mencapai Rp 1,1 triliun. Hasil lelang hanya mendapat Rp 220 miliar. Sehingga terdapat tambahan kewajiban Rp 880 milar terhadap obligor. Dari perhitungan tersebut, BPK menyimpulkan bahwa BDNI masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp 4,58 triliun.

Baca juga: Terdakwa Korupsi BLBI diputus Penjara 15 Tahun, KPK: Sesuai Tuntutan Jaksa

Dalam kasus ini, kemudian KPK menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka pada April 2017. Pada awal Januari 2019, Syafruddin telah divonis oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Ia terbukti melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim.

Penulis :
Sigit Rilo Pambudi