
Pantau - Eks Menko Polhukam, Mahfud MD mengkritik keras Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 mengenai syarat batas usia pencalonan kepala daerah.
Bahkan, Mahfud menyampaikan rasa kejengkelannya dengan menyebut bahwa sikap korup dalam penegakan hukum membuatnya merasa 'mual'.
"Dalam konteks ini, saya sebenarnya sudah agak malas untuk memberikan komentar. Namun, cara kita menjalankan hukum yang korup kembali membuat saya merasa mual," kata Mahfud dalam unggahan di kanal YouTube pribadinya, dikutip Rabu (5/6/2024).
"Dengan begitu, saya berpikir, ‘Baiklah, saya akan melakukan apa yang saya pikir benar, tanpa memedulikan kerusakan pada hukum’," tambahnya.
Mahfud juga memberikan analisisnya terkait putusan tersebut. Menurutnya, tidak ada alasan bagi MA untuk mengabulkan gugatan Partai Garuda mengenai batas usia calon kepala daerah.
"Mengapa? Putusan MA memutuskan untuk membatalkan satu ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sejalan dengan Undang-Undang (UU), namun dinyatakan bertentangan dengan UU," paparnya.
Mahfud menerangkan, pada awalnya, KPU mengatur sesuai dengan pasal 7 UU Nomor 10 tahun 2016, di mana KPU mengatur bahwa untuk menjadi calon atau mencalonkan diri, setiap individu memiliki haknya, seperti yang diatur dalam ayat 1
Kemudian, dalam ayat 2, persyaratan untuk menjadi calon atau mencalonkan diri, sebagaimana diatur dalam ayat 1, ditetapkan dengan ‘syarat-syarat sebagai berikut’.
"Salah satu syarat yang disebutkan dalam ayat 2 sub-bab E adalah bahwa pada saat mencalonkan diri, seseorang harus berumur 30 tahun untuk calon gubernur dan/atau wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota," lanjutnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyatakan keheranannya mengapa putusan tersebut akhirnya muncul. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan Peraturan KPU.
"Jika putusan MA tersebut diterima, itu berarti ia membatalkan isi UU. Namun, menurut hukum dan konstitusi kita, MA tidak berwenang melakukan judicial review atau membatalkan isi UU," ungkapnya.
"Saya khawatir, mungkin hakim-hakim ini tidak membaca pasal 7 ayat 1. Orang yang sedikit pun memahami dan membaca perundang-undangan pasti akan mengetahui jawabannya," tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Aditya Andreas