billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Formappi: PAW Anggota DPR RI Degradasi Makna Demokrasi

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Formappi: PAW Anggota DPR RI Degradasi Makna Demokrasi
Foto: Peneliti Formappi, Lucius Karus. (foto: Aditya Andreas/pantau.com)

Pantau - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti fenomena pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2024–2029.

Terlebih kepada mereka yang mundur untuk mengikuti Pilkada atau diangkat sebagai pejabat negara. 

Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyatakan bahwa fenomena ini merusak makna demokrasi dan mengabaikan suara rakyat. Ia mencatat, hingga kini, sebanyak 45 anggota DPR telah mengalami PAW. 

Dari jumlah tersebut, 27 anggota mundur untuk maju dalam Pilkada 2024, delapan orang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai menteri, wakil menteri, atau pejabat lainnya, enam mundur dengan alasan beragam, dan tiga orang meninggal dunia.

"PAW ini menunjukkan bahwa menjadi legislator bukan prioritas utama bagi mereka yang terpilih. DPR hanya dianggap sebagai tempat transit sambil menunggu tawaran jabatan lain, terutama di eksekutif," ujar Lucius, Senin (9/12).

Ia menilai, pergantian para anggota dewan ini mengabaikan aspirasi rakyat yang memilih mereka melalui pemilu. 

Baca Juga: MKD Diminta Buka Data Kehadiran Anggota DPR

Menurutnya, DPR yang seharusnya menjadi lembaga setara dengan eksekutif malah kehilangan makna sebagai representasi rakyat karena lebih diutamakan oleh kepentingan partai politik.

Lucius juga mengkritik partai politik yang dinilai tidak memiliki arah kaderisasi yang jelas. Puluhan PAW menunjukkan lemahnya komitmen anggota partai dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.

"Partai politik harus mempersiapkan kader mereka dengan serius dan memastikan mereka berkomitmen penuh terhadap tugasnya, bukan hanya berpindah-pindah jabatan," tegasnya.

Ia juga menganggap bahwa fenomena PAW mencerminkan praktik pemilu sistem tertutup, di mana partai memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan siapa yang duduk di parlemen tanpa memperhatikan pilihan rakyat secara langsung.

“Partai bebas mengganti anggota legislatif sesuai kehendak mereka, yang pada akhirnya mengaburkan makna demokrasi,” pungkasnya. 

Penulis :
Aditya Andreas