
Pantau - Kekerasan verbal dalam hubungan sering kali tersembunyi di balik kata-kata manis atau sikap yang tampak perhatian. Namun, dampaknya bisa jauh lebih merusak daripada yang terlihat.
Dalam banyak kasus, kekerasan ini tidak hanya melukai perasaan, tetapi juga merusak harga diri, menciptakan rasa takut, dan menumbuhkan ketergantungan emosional yang tidak sehat.
Artikel ini akan mengulas bagaimana kekerasan verbal dapat merubah hubungan yang seharusnya penuh cinta menjadi medan pertempuran emosional, serta bagaimana mengenali tanda-tanda kekerasan verbal untuk melindungi diri dan hubungan yang sehat.
Baca juga: Pentingnya Pengawasan dalam Kasus Kekerasan Antarsiswa di Lombok Timur
Kekerasan verbal dalam hubungan adalah bentuk pelecehan yang tidak meninggalkan luka fisik tetapi memiliki dampak psikologis yang mendalam.
Meskipun tidak terlihat, kekerasan verbal bisa menyebabkan trauma yang serius, menurunkan kepercayaan diri, dan merusak harga diri korban. Kekerasan verbal sering kali berlanjut ke agresi fisik jika tidak ditangani dengan tepat.
Pengaruhnya pada korban bisa berupa perasaan tertekan, ketakutan, bahkan kesulitan dalam berkomunikasi yang membuat hubungan semakin tidak sehat.
Untuk menghadapinya, penting bagi korban untuk mengenali tanda-tanda kekerasan verbal berikut penjelasannya.
Baca juga: Menteri PPPA: Sebagian Besar Kasus Kekerasan Bermula dari Smartphone
- Menyalahkan Korban
Salah satu bentuk kekerasan verbal dalam hubungan adalah tindakan menyalahkan korban atas masalah yang terjadi, bahkan ketika mereka tidak bersalah.
Pelaku sering kali menuding korban sebagai penyebab utama ketegangan dalam hubungan, yang bisa mencakup kritik berlebihan atau penolakan terhadap perasaan dan kebutuhan mereka.
Menyalahkan korban adalah salah satu bentuk manipulasi emosional yang dapat merusak rasa percaya diri dan menyebabkan perasaan cemas atau takut.
Dalam jangka panjang, korban bisa merasa terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, dengan penurunan harga diri dan kepercayaan diri.
Baca juga: Serangan Brutal di Pakistan, 38 Tewas dan 29 Terluka
2. Menghina Menggunakan Kata Kasar
Pelaku kekerasan verbal cenderung menggunakan makian atau kata-kata yang merendahkan untuk membuat korban merasa tidak berharga.
Kata-kata kasar dan hinaan sering kali disertai dengan nada suara yang tajam atau penuh amarah, yang semakin memperburuk dampaknya terhadap kesehatan mental korban.
Selain itu, penghinaan verbal ini dapat menyebabkan korban merasa terisolasi, rendah diri, dan mengalami kesulitan dalam membangun kembali kepercayaan diri mereka.
Ketika kata-kata kasar ini diulang dalam jangka panjang, dampaknya bisa sangat merusak, menciptakan rasa takut dan kecemasan dalam hubungan, serta membuat korban merasa terperangkap dalam lingkaran penyalahgunaan emosional.
3. Kritik Tidak Membangun
Pelaku memberikan komentar negatif yang tidak produktif atau konstruktif terhadap pasangan mereka.
Alih-alih memberikan saran atau masukan yang membantu, kritik ini justru lebih mengarah pada penilaian yang merendahkan atau mencela, dengan tujuan untuk membuat korban merasa kurang atau tidak mampu. Ini bisa memicu perasaan tidak dihargai dan terperangkap dalam hubungan yang toxic.
Dalam jangka panjang, korban bisa merasa tidak mampu memenuhi harapan pasangan mereka, yang memperburuk ketegangan emosional dalam hubungan.
Baca juga: Bungkamnya Dunia atas Kekerasan terhadap Anak di Gaza
4. Manipulatif
Manipulasi verbal sering kali melibatkan pemutarbalikan fakta, gaslighting, atau membuat korban merasa bingung tentang kenyataan mereka sendiri.
Misalnya, pelaku dapat menyangkal kata-kata atau tindakan mereka sebelumnya, membuat korban merasa bahwa mereka terlalu sensitif atau salah mengartikan situasi, meskipun kenyataannya tidak demikian.
Manipulasi verbal sering kali digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dalam hubungan, dengan cara membuat korban merasa bergantung pada pelaku.
Taktik ini dapat merusak rasa percaya diri korban dan membuat mereka merasa tidak mampu mengambil keputusan tanpa persetujuan atau persetujuan pelaku.
Baca juga: Suami di Blitar Bacok Istri Pakai Parang, Luka Kepala-Jari Putus
5. Mengancam
Ancaman verbal bisa berupa kata-kata yang mengintimidasi atau membuat pasangan merasa takut.
Jenis ancaman ini digunakan untuk menakut-nakuti korban, memaksakan kontrol atas perilaku mereka, atau membuat mereka merasa bahwa keselamatan emosional atau fisik mereka terancam.
Dalam beberapa kasus, ancaman verbal ini dapat meningkat menjadi ancaman fisik atau pemaksaan dalam jangka panjang, memperburuk keadaan dan memperburuk ketegangan emosional yang ada.
Baca juga: Satu Remaja Kritis usai Baku Tembak di Prancis
6. Silent Treatment
Salah satu bentuk kekerasan verbal dalam hubungan yang sering kali tidak disadari adalah silent treatment atau perlakuan diam.
Dalam perilaku ini, salah satu pasangan secara sengaja mengabaikan atau menolak untuk berbicara dengan pasangannya sebagai bentuk hukuman atau untuk mengendalikan mereka.
Biasanya, pelaku menggunakan cara ini untuk menghindari konflik atau sebagai respons terhadap ketidaksetujuan, dengan harapan korban merasa cemas atau bersalah dan akhirnya mengalah untuk memenuhi keinginan mereka.
Kekerasan verbal dalam hubungan adalah luka yang tak terlihat, namun dampaknya sangat nyata pada kesehatan mental dan emosional korban. Jangan biarkan cinta berubah menjadi luka.
Jika Anda merasakan tanda-tanda kekerasan verbal dalam hubungan Anda, jangan ragu untuk mencari bantuan. Ingat, Anda tidak sendirian dan ada jalan keluar dari situasi ini.
Baca juga: Kasus Guru SD di Wonosobo Diduga Tampar Murid Berakhir Damai
(Laporan: Laury Kaniasti)
- Penulis :
- Wulandari Pramesti